Kenaikan Suku Bunga Harus Diimbangi Kebijakan Fiskal

Bank Dunia menyatakan pemerintah Indonesia perlu menyeimbangkan kebijakan kenaikan suku bunga dengan kebijakan fiskal, makro prudensial, dan reformasi struktural. Hal itu untuk memastikan inflasi dikelola bersamaan dengan upaya menghindari keruntuhan total pertumbuhan ekonomi. Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Habib Rab, dalam state-owned enterprise (SOE) Internasional Conference di Nusa Dua, Bali, Selasa (18/10), menyebutkan 70 persen perekonomian dunia diperkirakan telah mengalami penurunan yang signifikan pada pertengahan 2022. Namun demikian, terdapat pengecualian untuk beberapa negara berkembang yang merupakan eksportir komoditas seperti Indonesia.

Rab menyatakan perlunya kebijakan yang seimbang untuk menjaga tingkat suku bunga, nilai tukar, dan kontrol modal, sekalipun negara di Asia Timur dan Pasifik berada di posisi yang lebih baik karena kenaikan tingkat utang pemerintah di wilayah ini rata-rata lebih rendah dibandingkan negara lain. Sebab itu, diperlukan kerangka kerja untuk merestrukturisasi utang, baik utang pemerintah maupun pelaku usaha, yang meningkat signifikan di sebagian besar negara.

Komisaris Utama BNI yang pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan dan Gubernur BI, Agus Martowardojo, mengatakan diperlukan bauran kebijakan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi nasional di tengah tekanan pelemahan ekonomi global. Bank sentral pun tidak cukup hanya berfokus pada menjaga nilai tukar rupiah. Kebijakan bank sentral menurunkan cadangan mata uang hanya dapat memperlambat laju depresiasi rupiah, tetapi tidak dapat membalikkan tren fundamental yang mengarah pada penguatan dollar AS dalam skala global. Sebab itu, diperlukan kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk menghidupkan kembali penyaluran kredit perbankan kepada korporasi. Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky, mengatakan kenaikan suku bunga akan memicu perlambatan ekonomi, sehingga perlu didorong dari sisi fiskalnya, makroprudensial dan reformasi struktural untuk menjaga daya beli masyarakat dan peningkatan produktivitas jangka panjang. “Saat perlambatan terjadi, maka pemerintah harus siap melindungi daya beli masyarakat miskin dan rentan,” kata Teuku. Reformasi struktural pun perlu terus dilakukan untuk menjaga agar perlambatan ekonomi tidak menyebabkan pelambatan produktivitas dalam jangka panjang.

Search