Krisis pangan global mengajarkan kepada kita untuk memperkuat kedaulatan pangan. Tidak banyak pilihan agar negara bisa bebas dari tekanan harga pangan. Komoditas yang murni harus diimpor, yaitu gandum, ternyata menempati 28 persen dari proporsi pangan nasional. Ketika dunia menghadapi krisis pangan, karena dua pengekspor utama gandum berperang, yaitu Ukraina dan Rusia, Indonesia harus menjadikannya sebagai momentum untuk kembali ke ragam sumber pangan lokal.
Bertahun-tahun kita mendengungkan konsumsi pangan lokal, tetapi urusan ini tak pernah berujung pada satu aksi nyata dalam jangka panjang. Kampanye pangan lokal masih sekadar menjadi slogan. Kini saatnya membuat ajakan memproduksi dan mengonsumsi pangan lokal menjadi riil. Keterpepetan karena krisis pangan yang ditandai dengan lonjakan harga pangan sudah selayaknya melecut semua pihak untuk melirik komoditas pangan setempat.
Oleh karena itu, persoalan pangan lokal harus digarap dari hulu hingga hilir. Tidak bisa hanya urusan produksi semata. Krisis pangan kali ini seharusnya mempercepat kolaborasi semua pihak untuk menghadirkan pangan lokal. Tentu tidak bisa dalam waktu singkat. Namun, tekanan krisis pangan kali ini perlu disikapi semua pihak secepatnya agar tekanan harga pangan tidak terlalu dalam. Pengembangan skala rumah tangga bisa dimulai. Lebih dari mengembangkan pangan lokal dalam skala bisnis, kampanye menghadapi krisis pangan memberi kesadaran perlunya kedaulatan pangan.