Guru Besar Fakultas Pertahian IPB University, Suryo Wiyono mengatakan, penyediaan pangan di masa depan menghadapi makin banyak tantangan seiring meningkatnya hama dan penyakit. Dalam 20 tahun terakhir dilaporkan ada 14 hama dan penyakit baru tanaman pertanian. Peningkatan hama dan penyakit terkait perubahan iklim serta meningkatnya perdagangan benih dan produk pertanian anta negara. Suryo menginisiasi pengembangan bioprospeksi demi perlindungan tanaman dan pertanian adaptif. Bioprospeksi adalah pemanfaatan mikroba langsung beserta turunannya berupa gen dan senyawa kimia yang dihasilkan. Kekayaan hayati Indonesia besar menjadi modal bioprospeksi untuk proteksi tanaman dan pertanian adaptif. Studi Suryo dan tim pada 2020 menemukan cendawan endofit Nigrospora sp. meningkatkan ketahanan padi pada wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens). Mikroba juga berperan menyediakan unsur hara atau biofertilizer.
Uji coba di lahan seluas 10 hektar (ha) dan melibatkan 20 petani di Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat, pada 2021 menunjukkan, benih padi yang direndam dengan bakteri di akar dan daun Rhizophora sp menghasilkan gabah kering panen rata-rata 7 ton per ha. Sebagai perbandingan, benih padi yang tak mendapat perlakuan mengalami gagal panen.
Benih padi yang diberi perlakuan dengan bakteri ini adalah Inpari 32. Adapun kadar salinitas saat uji coba mencapai konduktivitas listrik (EC) 2,5 atau kategori tinggi. Uji coba di Blanakan karena menghadapi intrusi air laut parah.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki banyak lahan pesisir yang sulit ditanami karena kadar garam atah salinitas tinggi. Rossa Yunita, peneliti Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian Kementerian Pertanian, menyebut, luas lahan pertanian di Indonesia yang terdampak salin diperkirakan 13,2 juta hektar. Luas lahan yang mengalami salinitas akan meningkat seiring degradasi lingkungan dan peningkatan permukaan laut dipicu pemanasan global.