KPU merespons prediksi yang dilontarkan Ketua Bawaslu bahwa akan kembali terjadi polarisasi masyarakat saat gelaran Pemilu 2024. Komisioner KPU Idham Holik mengatakan, berdasarkan hasil riset sejumlah peneliti, polarisasi tajam terjadi saat Pemilu 2019. Bahkan, para peneliti menyebut lanskap politik elektoral Indonesia kini masih membuka peluang terjadinya polarisasi masyarakat. Periode masa kampanye untuk Pemilu 2024 sangat pendek dibandingkan Pemilu 2019 dengan masa kampanye selama lima bulan. Dengan masa kampanye yang singkat, KPU berharap polarisasi masyarakat tidak terjadi pada tahun 2024. Kalaupun terjadi, KPU berharap keterbelahan itu tidak berlangsung lama.
Tim sukses calon presiden, anggota legislatif, maupun kepala daerah diharapkan pula tidak berkampanye dengan cara menghina lawan ataupun menyebar fitnah. Selain itu, KPU melakukan upaya lain untuk mencegah terjadinya polarisasi masyarakat, yaitu dengan cara terus mengedukasi masyarakat soal “politik sehat dan mencerahkan”.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja memprediksi polarisasi atau pembelahan masyarakat kemungkinan akan kembali terjadi saat gelaran Pemilu 2024. Pemicunya diyakini karena ada persaingan ketat antarcalon presiden. Bagja juga meminta para Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk tidak ikut terbelah. Menurut Bagja, meningkatnya eskalasi politik antar calon presiden bakal dipicu oleh konten-konten di media sosial. Bawaslu memberikan perhatian serius pada media sosial, dan berupaya mencegah penyebaran konten hoaks, fitnah, maupun kampanye hitam terkait salah satu calon di media sosial. Selain itu, diupayakan pula pencegahan agar ASN tidak melakukan pelanggaran netralitas di jagat maya.