Bandara Banyuwangi berhasil menyisihkan 463 nomine bangunan dengan arsitektur terbaik dari seluruh dunia, yang kemudian disaring menjadi 20 nomine, dan kini ditetapkan 6 pemenang. Bandara berkonsep hijau pertama di Indonesia ini bersanding dengan sejumlah gedung tersohor lainnya di dunia yang sama-sama mendapat penghargaan ini.
Sebagaimana dikutip dari laman resmi Aga Khan Development Network (AKDN), penghargaan ini menekankan pada karya arsitektural yang tidak hanya mampu menyediakan kebutuhan fisik, sosial, dan ekonomi masyarakat, tetapi juga merespons aspirasi budaya mereka. Bangunan ini memperluas bahasa lanskap yang menggabungkan arsitektur, fungsionalitas, dan pengaturan disposisi yang baik. Modern dan efisien dalam segala aspek, demikian pernyataan AKDN.
Bandara Banyuwangi merupakan ikon arsitektural di ujung timur Jawa dengan mengedepankan konsep gedung ramah lingkungan, tanpa AC kecuali di ruangan tertentu, sekaligus mengedepankan simbol-simbol budaya lokal khas masyarakat setempat. Atap terminal dipenuhi tanaman. Konservasi air menyejukkan suasana. Adapun sunroof dan ruang-ruang terbuka dengan sinaran matahari menjadi sumber cahaya alami di siang hari.
Bandara Banyuwangi juga menjadi salah satu bukti kontinuitas program pembangunan diperlukan. Dimulai penyiapannya sejak era kepemimpinan Bupati Samsul Hadi (2000-2005) dan Bupati Ratna Ani Lestari (2005-2010), lalu dibangun dan dioperasikan di era kepemimpinan Bupati Abdullah Azwar Anas (2010-2021). Pada saat akan membangun bandara, Anas sengaja tak ingin seperti bangunan bandara pada umumnya. Dia ingin Bandara Banyuwangi tidak hanya fungsional untuk fasilitas transportasi, tetapi juga estetis, hijau, dan menjadi landmark destinasi di Banyuwangi.