Sikap sejumlah bankir papan atas cukup membesarkan hati. Merespons penaikan suku bunga acuan Bank Indonesia, mereka menyatakan untuk tetap mempertahankan suku bunga yang ada, paling tidak hingga akhir tahun. Dengan mempertahankan suku bunga kredit, pertumbuhan pinjaman tahun ini bisa melaju dua digit.
Keputusan BI tidak agresif menaikkan suku bunga dimaksudkan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Tapi, jika FFR terus dinaikkan secara agresif hingga 4,25% akhir tahun ini dan 4,75% pertengahan 2023, apakah BI hanya memperhitungkan inflasi dalam negeri?
Penaikan suku bunga acuan oleh BI dimaksudkan juga untuk mencegah capital outflow. Oleh karena itu, kenaikan FFR yang agresif menyulitkan BI dalam mengambil keputusan. Faktor global, khususnya kenaikan FFR tetap juga menjadi pertimbangan. Agar BI tidak ikut-ikutan agresif menaikkan suku bunga, inflasi dalam negeri harus bisa dikendalikan oleh pemerintah pusat hingga daerah. Harga pangan harus bisa dijaga di level yang rendah. Distribusi barang perlu dijaga kelancarannya.