Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri mengungkap solusi jangka pendek dan panjang yang harus ditempuh pemerintah untuk mencegah anggaran subsidi BBM bengkak lebih besar dari saat ini. Desain APBN dinilainya tidak ideal karena lebih banyak untuk pembangunan infrastruktur yang sebetulnya bisa ditunda. Solusi jangka pendek agar subsidi BBM tak bengkak lebih besar adalah pemerintah menarik pajak yang lebih tinggi dari pengusaha batu bara minimum 25 persen. Sektor ini mendapat pemasukan yang begitu besar dengan lonjakan harga di pasar global.
Pungutan di sektor batu bara harus lebih tinggi dari tarif pungutan ekspor kelapa sawit (CPO), yang saat ini digratiskan sampai akhir Oktober 2022. Di sektor CPO, kata Faisal, ada petani yang akan terlindungi dengan pembebasan tarif. Solusi jangka pendek lainnya, ia mendesak pemerintah untuk menghapus subsidi untuk BBM Pertamax. Jadi, subsidi cukup hanya untuk Pertalite dan solar. Faisal juga menyarankan pemerintah untuk menunda sementara pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), dan pembangunan jalan tol yang saat ini sedang jor-joran dilakukan. Menurutnya, pembangunan ini tak akan dinikmati langsung oleh masyarakat miskin. Justru pembangunan ini, kata Faisal, menambah beban negara yang akan mengurangi belanja untuk kebutuhan lain, seperti bantuan yang langsung menyasar masyarakat miskin.
Sementara untuk solusi jangka panjang, Faisal meminta pemerintah memperbaiki tata kelola penyaluran BBM. Ia mendorong pemerintah memperbaiki data agar BBM subsidi tepat sasaran. Ia juga meminta pemerintah mulai menyimpan cadangan BBM. Artinya, saat harga normal sisihkan pendapatan negara untuk membeli dan menyimpan sebagai stok minyak. Dengan demikian, maka saat terjadi lonjakan harga Indonesia tak perlu khawatir, impor bisa dikurangi karena memiliki cadangan atau stok yang cukup.