Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menilai, kasus dugaan kebocoran data yang marak terjadi di Indonesia akhir-akhir ini merupakan salah satu yang terburuk di kawasan Asia, bahkan di dunia. Salah satunya, dugaan kasus kebocoran 1,3 miliar data registrasi SIM card masyarakat Indonesia yang diunggah pada 31 Agustus 2022 oleh anggota forum situs breached.to dengan nama identitas Bjorka. Selain itu, dalam sebulan terakhir, terdapat dugaan kebocoran data 26 juta data pelanggan IndiHome, 17 juta pelanggan PLN, 105 juta data pemilih milik KPU, serta surat BIN ke Presiden Joko Widodo.
“Ini bukan hanya darurat, tetapi menurut saya yang terburuk di Asia, bahkan bisa jadi di dunia,” kata Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto. Damar menyampaikan, kasus serupa juga pernah terjadi di Malaysia pada 2017. Ketika itu, terjadi dugaan 46 juta data dari 12 operator seluler negeri jiran tersebut dijual ke pasar gelap. Kasus ini pernah disebut-sebut sebagai kebocoran data terbesar di Asia. Data SIM card yang dijual di Malaysia 46 juta, itu saja sudah dikatakan sebagai yang terbesar di Asia, apalagi kita yang sampai 1,3 miliar jumlahnya.
SAFEnet bersama lima lembaga lainnya yang tergabung dalam Koalisi Peduli Data Pribadi pun baru saja membuka Posko Aduan Kebocoran Data Pribadi. Posko dibuat karena ada kemarahan publik yang besar akibat kasus kebocoran data yang semakin marak. Masyarakat bisa menyampaikan aduannya melalui https://s.id/kebocorandata. Nantinya, Koalisi Peduli Data Pribadi akan memperjuangkan aspirasi yang disampaikan. Menurut Damar, semua pihak seharusnya bertanggung jawab, mulai dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), operator telekomunikasi, dan Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, sebagai pemegang data pelanggan telekomunikasi dan pengelola data pribadi warga negara Indonesia.