Anggota Ombudsman RI (ORI), Robert Na Endi Jaweng, mengatakan rekomendasi akan diberikan ORI kepada Presiden selaku atasan Mendagri dan ke DPR sebagai pengawas pemerintah (30/8). Hal ini dilakukan ketika terlapor dalam waktu yang sudah ditentukan tidak menjalankan LAHP (laporan akhir hasil pemeriksaan) secara signifikan, ORI akan melanjutkan pada produk pamungkas, yaitu rekomendasi yang sifatnya final dan mengikat.
ORI berharap dalam waktu 30 hari pasca-LAHP diserahkan ke Mendagri dimanfaatkan untuk menjalankan tindakan korektif. Namun, ternyata, hal itu tidak diindahkan. Pasal 86 UU Nomor 23/2014 mengamanatkan PP, bukan permendagri, sebagai payung hukum dari hal-hal yang terkait pengangkatan penjabat. Robert mengatakan jika Mendagri tetap ngotot dengan permendagri, berarti amanat dari UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah juga tidak dijalankan. Menurut Robert, PP pengangkatan penjabat yang saat ini masih berlaku dinilai sudah usang dan tidak relevan. PP dimaksud, PP Nomor 6/2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta PP Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala/Wakil Kepala Daerah.
Secara terpisah, Mendagri Tito Karnavian berpandangan, payung hukum berupa permendagri sudah selaras dengan putusan MK. Hal ini karena putusan MK tidak mensyaratkan bentuk dari peraturan pelaksana tersebut dan pemerintah berpandangan aturannya cukup dalam bentuk permendagri. Tito juga menolak jika proses penyusunan aturan teknis pelaksana itu disebut lambat. Menurut Tito, rapat koordinasi antar-kementerian, termasuk menjaring informasi dari masyarakat sipil, membutuhkan waktu.