Kementerian ESDM Kejar Regulasi Dekarbonasi Lewat Teknologi dan Penyimpanan Karbon

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan pihaknya akan fokus menciptakan regulasi yang mengatur teknologi penangkapan, utilisasi, dan penyimpanan karbon atau carbon capture, utilization, and storage (CCS/CCUS), yang hingga kini masih menemui sejumlah kendala, seperti biaya, skema bisnis, dan perdagangan karbon. Padahal, teknologi itu digadang-gadang mampu membantu transisi menuju energi bersih.

Pengembangan CCS/CCUS di sektor migas mempunyai potensi besar. Pemerintah sendiri berharap teknologi CCS/ CCUS akan mampu mendukung target penurunan emisi Indonesia, bahkan target Net Zero Emission (NZE) global. Tak hanya itu, teknologi tersebut juga diharapkan mampu meningkatkan produksi minyak dan gas bumi (migas) melalui CO2- Enhanced Oil Recovery (EOR) atau Enhanced Gas Recovery (EGR).

Arifin menjelaskan Indonesia memiliki potensi depleted field sekitar 2 gigaton karbon dioksida atau CO2. Potensi itu disebutnya sebagian besar tersebar di wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Papua. Sedangkan, potensi saline aquifer atau reservoir air bersalinitas tinggi sebesar lebih dari 9 ton di basin Selatan Sumatera dan Jawa Barat.

Saat ini, pemerintah tengah melakukan kajian dan pilot project (CCS/CCUS) migas di Gundih, Sukowati dan Tangguh dengan total potensi simpanan CO2 sekitar 300 juta ton CO2. Sementara itu, proyek Tangguh Enchanced Gas Recovery (EGR)/ CCUS digadang-gadang akan menjadi salah satu proyek CCUS yang menjanjikan dalam waktu dekat. Proyek ini merupakan bagian integral dari Proyek UCC (Ubadari, EGR/CCUS, Onshore compression) dengan total investasi sekitar USD3 miliar. Ini akan menekan emisi karbon sekitar 25 juta ton CO2 hingga 2035, dengan menginjeksikan kembali CO2 ke reservoir lapangan Vorwata.

Search