Pelaku industri sektor energi merasa kesulitan dalam mengurus permohonan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Proses mengurus amdal dinilai memakan waktu yang lama sehingga bisa mengancam proyek energi bersih dan listrik energi batubara.
Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Fabby Tumiwa menyebutkan, ketentuan baru tentang amdal berpotensi menghambat pelaksanaan bisnis, khususnya pengembangan PLTS. Fabby menjelaskan, ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22/2021 dan Peraturan Menteri (Permen) LHK Nomor 4/2021 berisi ketentuan perizinan baru pada lokasi yang sudah memiliki izin lingkungan.
Hal ini membuat rencana pembangunan PLTS di lokasi yang sudah memiliki izin lingkungan harus melalui revisi kembali. Kondisi sama berlaku untuk izin amdal. “Ketentuan ini dapat memperpanjang proses dan berbiaya mahal,” imbuh Fabby.
Dia mengatakan, sejumlah perusahaan yang berniat membangun PLTS akhirnya harus mengkaji ulang rencana tersebut serta melakukan perubahan untuk izin lingkungan dan dokumen amdal yang sudah pemah disetujui. Fabby menjelaskan, integritas lingkungan memang harus dijunjung tinggi, tetapi, perlu ada fleksibilitas dalam penerapannya. Investasi PLTS tidak memberikan dampak pada lingkungan, tidak ada limbah, tidak polusi suara dan sebagainya. Dampak lingkungannya sangat kecil.
AESI berharap sektor PLTS dikecualikan dari ketentuan beleid ini. Selain itu, pihaknya juga siap memberikan masukan teknis kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).