Harapan negara-negara miskin dan lembaga multilateral agar Indonesia memainkan peran penting dalam pertemuan puncak kelompok negara-negara 20 (G20) pada November mendatang diharapkan tidak membuat terlena. Indonesia jangan sampai all out berjuang agar negara-negara miskin diberi keringanan, tetapi lupa kalau Indonesia sendiri banyak dibebani utang masa lalu, seperti obligasi rekap Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang membuat ruang fiskal saat ini sangat terbatas.
Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, mengatakan Indonesia juga semestinya berinisiatif memangkas beban utang yang selama ini membebani keuangan negara, terutama utang-utang yang tidak produktif. Pemerintah, harus membuat ruang fiskal yang lebih leluasa terutama dalam menangkal dampak krisis pangan dan energi global. Semua kalangan sudah tahu bahwa kondisi keuangan negara besar pasak daripada tiang. Subsidi jor-joran diberikan tanpa melihat siapa penerimanya bahkan diduga justru lebih banyak mengalir ke konglomerat dalam bentuk subsidi energi untuk angkutan batu bara dan 15 juta mobil pribadi, bukan ke rakyat miskin.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudisthira, mengatakan Indonesia sebenarnya sedang mengalami permasalahan utang yang sangat kritis. Kenaikan suku bunga membuat tekanan terhadap bunga utang pemerintah. Kalau dilihat dari debt sevice ratio atau kemampuan membayar utang, Indonesia belum membaik. Kalaupun membaik karena masih ditopang oleh penerimaan valas dari ekspor komoditas yang fluktuatif. Dalam pemanfaatan utang, selama ini banyak digunakan untuk belanja konsumtif seperti belanja barang dan belanja pegawai, sementara utang yang digunakan untuk infrastruktur tidak semuanya memberikan output yang efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemerintah juga harus melakukan pengendalian terhadap penerbitan utang yang baru dan melakukan efisiensi di belanja pemerintah sebelum tekanan kurs dan tekanan suku bunga akan berakibat fatal menurunkan kredit rating atau rating utang Indonesia dan membuat Indonesia mengalami tekanan dari keluarnya modal di pasar surat utang.