Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan lonjakan inflasi menjadi masalah yang kompleks bagi bank sentral di seluruh dunia. Perry menjelaskan inflasi terjadi karena gangguan rantai pasok. Alhasil, pasokan barang menipis di tengah kenaikan permintaan. Untuk mengatasi masalah itu, bank sentral biasanya akan mengerek suku bunga acuan demi menekan inflasi. Kebijakan itu sudah dilakukan oleh beberapa bank sentral, salah satunya The Fed. Namun, kenaikan suku bunga acuan di bank sentral negara lain akan mempengaruhi aliran modal asing di suatu negara. Pasalnya, suku bunga yang ditawarkan dalam berinvestasi di AS lebih menarik ketimbang di RI dan Eropa seiring dengan kenaikan bunga acuan The Fed.
Ketika aliran modal asing keluar dari suatu negara, maka akan membuat stabilitas keuangan di negara itu terganggu. Dengan demikian, bank sentral di seluruh dunia harus saling berkoordinasi dalam membuat kebijakan agar tak menimbulkan dampak negatif bagi negara lain. Permasalahan ini sangat menantang dan kompleks bagi bank sentral di seluruh dunia untuk dapat mengembalikan harga barang lebih stabil dan pada waktu yang sama menangani aliran modal serta potensi perlambatan ekonomi global.
Inflasi di Indonesia tercatat 0,61 persen secara bulanan (month to month/mtm) per Juni 2022, tertinggi sejak April 2022 yang sebesar 0,95 persen. Inflasi tercatat 4,35 persen secara tahunan (year on year/YOY) per Juni 2022, tertinggi sejak 2017. Begitu juga dengan AS yang mencatat inflasi sebesar 9,1 persen secara tahunan per Juni 2022. Angka itu menjadi yang tertinggi dalam 41 tahun terakhir. Namun, bank sentral AS telah menaikkan bunga acuan beberapa kali sepanjang semester I 2022. Sebaliknya, BI justru masih menahan bunga acuan di level 3,5 persen.