Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Benni Irwan, mengatakan bahwa draf Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) sebagai aturan teknis penjabat kepala daerah, telah 90 persen selesai disusun. Aturan teknis penunjukan penjabat kepala daerah tersebut ditargetkan rampung disusun sebelum Agustus. Namun demikian, tak menutup kemungkinan, formatnya bisa berubah menjadi peraturan presiden (perpres) maupun peraturan pemerintah (PP), bergantung pada dinamika pembahasan lintas kementerian saat ini.
Benni menyampaikan bahwa aturan teknis itu menjadi perhatian Mendagri agar proses penunjukan kepala daerah lebih demokratis, transparan, dan akuntabel. Aspek demokratis yang dimaksud adalah pelibatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam penunjukan penjabat kepala daerah. Pelibatan DPRD ini akan dituangkan dalam aturan teknis penunjukan, baik penjabat gubernur maupun bupati dan wali kota. DPRD akan mengusulkan tiga nama calon, kemudian gubernur dan Kemendagri juga masing-masing akan mengusulkan tiga nama calon penjabat bupati atau wali kota. Adapun, untuk penjabat gubernur, DPRD dan Kemendagri masing-masing akan mengusulkan tiga nama calon penjabat. Selain itu, aturan teknis juga akan mengatur lebih detail terkait pengusulan, pengangkatan, dan pelantikan penjabat. Tugas, tanggung jawab, kewenangan, dan larangan juga akan diatur. Hal lainnya juga mengenai pembinaan, pengawasan, pelaporan, dan evaluasi penjabat.
Setelah draf permendagri itu selesai dibahas di internal kementerian dan lembaga, rancangan itu juga akan dibahas bersama dengan masyarakat sipil. Benni menyebut Kemendagri akan terbuka pada masukan dari akademisi dan masyarakat sipil. Guru Besar IPDN Djohermansyah Djohan mengatakan, polemik pengangkatan penjabat kepala daerah yang lalu harus menjadi pembelajaran bagi Kemendagri untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Kemendagri wajib membuat aturan teknis penunjukan kepala daerah secara komprehensif dan menyeluruh. Djohermansyah juga berpandangan, idealnya, produk hukum aturan teknis berupa peraturan pemerintah (PP). Sebab, PP adalah aturan turunan dari UU Pilkada. Jika langsung diturunkan menjadi permendagri, secara ketatanegaraan langkah itu dinilai kurang tepat.