Pemekaran Papua Bisa Picu Konflik Sosial

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua, Emanuel Gobay, yang mewakili Solidaritas Organisasi Sipil untuk Tanah Papua mengatakan sikap pemerintah dan DPR yang terus mendorong pemekaran Papua tanpa melihat kondisi masyarakat Papua yang terbelah, antara kelompok yang pro dan kontra pemekaran, dikhawatirkan akan memicu konflik sosial di antara kedua kelompok itu.

Potensi konflik juga muncul terkait penentuan ibu kota Provinsi Papua Tengah. Bupati Mimika dan Bupati Puncak menginginkan ibu kota berada di Timika, sedangkan enam bupati lain sependapat dengan usulan Komisi II DPR yang menginginkan ibu kota berada di Nabire. Komisi II sempat meminta delapan bupati yang berada di wilayah tersebut bermusyawarah, tetapi tidak ada kesepakatan sehingga ibu kota diputuskan tetap di Nabire. Selain itu, potensi konflik bisa muncul terkait keputusan dimasukkannya Kabupaten Pegunungan Bintang ke dalam Provinsi Papua Pegunungan. Sejumlah tokoh adat sempat menolak hal ini dan meminta kabupaten itu tetap dalam Provinsi Papua, tetapi kemudian tetap diputuskan sesuai rencana awal, bergabung dengan Provinsi Papua Pegunungan. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua, Kombes Faisal Ramadhani, mengatakan situasi di Mimika dan Pegunungan Bintang masih kondusif, tetapi terus berupaya melaksanakan pendekatan persuasif dengan berbagai tokoh di kedua daerah ini.

Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Saan Mustopa, mengatakan perbedaan pendapat yang ada harus diselesaikan pemerintah bersama kepala daerah dan tokoh adat dengan berkonsolidasi dan bertemu agar semua pihak menerima keputusan yang dihasilkan dalam undang-undang. Selain itu, Majelis Rakyat Papua juga sebaiknya melakukan konsolidasi karena sebagian menyatakan sikap mendukung pemekaran Papua. Guru Besar IPDN, Djohermansyah Djohan, mengingatkan bahwa potensi konflik pasca-pengesahan tiga RUU DOB Papua harus diantisipasi. Pemerintah pusat harus segera mengajak dialog dua kepala daerah yang mengusulkan Mimika sebagai ibu kota provinsi tersebut agar tidak memunculkan ibu kota ”kembar”.

Search