Janji Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Inggris, Italia, Jepang, dan Kanada yang tergabung dalam G7 disampaikan dalam pertemuan di Jerman, Tambahan bantuan menjadikan total bantuan 14 miliar dollar AS.
Pandemi Covid-19 mengganggu produksi dan logistik pangan. Dalam situasi damai, Ukraina dan Rusia memasok 20 persen kebutuhan gandum dunia. Tiap bulan Ukraina mengirim 10 juta ton gandum ke sejumlah negara, terutama ke Afrika. Sejak serbuan Rusia, kiriman gandum Ukraina merosot tinggal 2 juta ton, antara lain, karena jalur pengapalan melalui Laut Ilitam tertutup akibat blokade Rusia.
Dana bantuan G7 tentu sangat membantu mengatasi krisis pangan sepanjang digunakan dengan tepat dan dilaksanakan cepat. Perserikatan Bangsa-Bangsa mencatat 320 juta orang di 47 negara berisiko menghadapi kelaparan akut.
Memproduksi pangan memerlukan waktu. Karena itu harus tersedia bantuan darurat sekaligus bantuan bagi negara-negara paling membutuhkan dapat segera memproduksi pangan sendiri.
Masalahnya, situasi saat ini penuh ketidakpastian akibat perubahan iklim dan ancaman kontlik wilayah. Negara-negara cenderung mengamankan cadangan pangan dalam negerinya. Karena itu, isu yang dilontarkan G7 agar tidak ada korporasi dan negara yang menimbun cadangan pangannya harus dapat diselesaikan dengan menjamin perdagangan pangan antar- negara berjalan tanpa hambatan demi alasan kemanusiaan.
Dalam hal pangan, usulan Presiden Joko Widodo yang hadir dalam pertemuan G7 menjadi jalan keluar yang dapat dilaksanakan segera. Pertama, memfasilitasi ekspor gandum Ukraina dan, kedua, menjelaskan kepada dunia bahwa pupuk dan komoditas pangan Rusia tidak terkena sanksi Barat. Dua cara tersebut menjadi penyelesaian cepat krisis pangan dunia sambil secara bersamaan membangun ketahanan pangan negara-negara miskin dan berkembang.