Harga bahan pangan dalam beberapa bulan terakhir terus melonjak. Para pengamat mengatakan beras yang menjadi makanan pokok di sebagian besar Asia bisa menyusul. Harga beberapa komoditas makanan, mulai dari gandum dan biji-bijian lainnya hingga daging dan minyak telah melonjak. Kenaikan itu didorong beberapa faktor, mulai biaya pupuk dan energi yang naik tahun lalu dan terakhir perang Rusia-Ukraina. Menurut Forum Ekonomi Dunia, India dan Tiongkok sebagai produsen beras teratas dunia, menyumbang lebih dari setengah dari total global. Vietnam terbesar kelima, sementara Thailand di tempat keenam.
Data terbaru yang dirilis indeks harga pangan organisasi pangan dunia FAO, pekan lalu, menunjukkan harga beras internasional merangkak naik untuk bulan kelima berturut-turut dan mencapai level tertinggi dalam 12 bulan terakhir. Kepala Ekonom Bank Nomura, Sonal Varma, mengatakan harga beras ke depan perlu dipantau, karena kenaikan harga gandum dapat menyebabkan beberapa substitusi terhadap beras meningkatkan permintaan dan menurunkan stok yang ada. Langkah proteksionis sebenarnya memperburuk tekanan harga di tingkat global. Begitu pula dengan biaya pakan dan pupuk untuk pertanian sudah meningkat dan harga energi menambah biaya pengiriman. Peneliti senior di Institut Penelitian Kebijakan Pangan Internasional, David Laborde mengatakan bahwa kenaikan harga akan jauh lebih baik daripada larangan ekspor apa pun.
Perwakilan regional untuk Asia Selatan di International Rice Research Institute, Nafees Meah, menyebut kenaikan harga beras akan berdampak buruk bagi banyak orang di Asia, yang merupakan konsumen bahan pokok terbesar. “Di kawasan Asia Tenggara Pasifik, negara-negara seperti Timor Leste, Laos, Kamboja, dan Indonesia, yang populasinya sangat besar, banyak di antaranya rawan pangan yang sangat terpengaruh jika harga terus berlanjut, untuk bangkit dan bertahan di level yang sangat tinggi ini.