Era kehidupan baru pasca pandemi Covid-19 ironisnya dimulai dengan krisis pangan karena tumbuhnya permintaan pangan belum diimbangi pasokan global. Yang perlu segera dicermati, melebarnya dampak serupa ke Indonesia. Kurangnya pasokan pangan dunia, antara lain, diindikasikan oleh kebijakan pemerintah berbagai negara untuk membatalkan ekspor gandum, jagung, kentang, minyak goreng, sapi, dan ayam.
Indeks Ketahanan Pangan Global (Global Food Security Index) mencatat turunnya ketahanan pangan negara-negara sepanjang pandemi Covid-19. Indonesia tidak lepas dari dampak ini, terutama untuk 4,1 persen warga negara yang semakin sulit mengakses pangan secara fisik, ekonomi, dan sosial. Tameng untuk menangkal krisis pangan ini adalah pengelolaan desa berbasis SDGs (Sustainable Development Goals/Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) Desa. Sebanyak 91 persen pemerintahan terkecil adalah berupa desa, selebihnya kelurahan. Produsen pangan, yaitu petani yang tinggal di desa, mencapai 35,94 juta pekerja dewasa. Termasuk di dalamnya warga miskin ekstrem. Proporsi penduduk desa mencapai 71 persen. Artinya, konsumen pangan pun tinggal di desa. Untuk menangkap krisis pangan tersebut, saat ini pemerintah menjalankan tujuh strategi baru pengelolaan desa.