Persaingan Ketat di Pilpres 2024 Ubah Tren Koalisi

Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes, memandang pertarungan politik di Pilpres 2024 akan berlangsung ketat. Hal itu terlihat dari tingkat elektabilitas sejumlah figur potensial yang tidak terpaut signifikan, serta tidak ada petahana yang akan berlaga pada Pilpres 2024. Banyaknya kandidat dapat memengaruhi perubahan faktor penentu peta koalisi. Koalisi dini yang telah dibentuk, akan menyediakan ruang lebih banyak di internal partai untuk berdiskusi tentang kebijakan strategis yang akan didorong sebelum dan sesudah pemilu. Walaupun sebenarnya koalisi dini menghadapi tantangan soliditas. Hal itu ditentukan oleh seberapa adil pembagian kekuasaan di internal koalisi. Juga kemampuan untuk memilih kandidat capres yang potensial menang.

Pengajar politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, mengatakan sejumlah pertemuan yang dilakukan Surya Paloh memperlihatkan intensi untuk membentuk koalisi di luar KIB dan PDI-P. Ketua DPP Partai Nasdem, Teuku Taufiqulhadi, membenarkan partainya memang terus membangun komunikasi antarparpol. Akan tetapi, Nasdem belum menentukan arah koalisi yang akan dibentuk, karena memprioritaskan untuk menjaring kandidat potensial capres, yang akan digelar pada 15-17 Juni. Sekjen PDI-P, Hasto Kristiyanto, menanggapi manuver parpol-parpol lainnya, mengatakan untuk menjalankan koalisi yang sudah ada dan tidak tegas menjawab mengenai rencana koalisi dengan partai lain.

Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Edbert Gani Suryahudaya, mengatakan pembentukan koalisi dini merupakan inovasi dalam percaturan politik Indonesia pasca-reformasi, karena koalisi biasanya dibentuk pada masa akhir jelang pendaftaran capres. Inovasi ini juga baik bagi para pemilih, karena publik bisa mengelaborasi platform atau politik gagasan parpol sejak awal. Namun, di tengah hiruk pikuk pembentukan koalisi, parpol hendaknya terus mengingatkan kadernya yang berada di kabinet untuk tetap bekerja optimal.

Search