Pernyataan sejumlah pejabat kalau biaya transisi energi dari energi kotor seperti batu bara ke energi baru terbarukan (EBT) sangat mahal ternyata keliru. Statement itu terbantahkan oleh hasil penelitian ilmiah dari Imperial College Busines School yang menunjukkan justru peralihan yang lebih cepat ke EBT akan memberi keuntungan yang lebih besar. Penggunaannya pun dapat dilakukan dengan skala kecil dengan sistem desentralisasi. Penelitian tersebut dilakukan bersama-sama dengan Tobias Adrian dari Dana Moneter Intrrnasional (IMF) dan Alissa M. Kleinnijenhuis dari Stanford Institute for Economic Policy Research dan Institute for New Economic Thinking di University of Oxford, dan pakar Keuangan dan Ekonomi di Center for Climate Finance and Investment, Patrick Bolton.
Para peneliti dari Imperial College Business School mengatakan, mengganti batu bara dengan energi terbarukan akan sangat bermanfaat bagi masyarakat. Transisi dari batu bara ke energi terbarukan akan setara dengan manfaat sosial senilai 78 triliun dollar AS. Untuk menghitung biaya penggantian batu bara dengan energi terbarukan, para peneliti memperhitungkan biaya belanja modal untuk membangun kapasitas energi terbarukan yang setara dengan pembakaran batu bara, serta biaya kompensasi perusahaan batu bara atas kerugian ekonomi mereka.
“Hasilnya sangat jauh dari kesimpulan kalau mengganti batu bara dengan energi terbarukan akan terlalu mahal. Kami menemukan manfaat ekonomi yang besar dari penghapusan batu bara secara bertahap, yang kami sebut sebagai arbitrase karbon yang hebat,” ungkap Patrick Bolton.