Besarnya alokasi anggaran yang mencapai Rp 123,44 triliun untuk Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dalam Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2023 dinilai disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut pengamat pertahanan sekaligus Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE), Anton Aliabbas, keputusan pemerintah melalui Kementerian Keuangan dengan memberikan porsi anggaran yang besar untuk Kemenhan pada 2023 dinilai masih wajar dan tidak terindikasi ada kejanggalan.
Ada tiga alasan mengapa sikap pemerintah terkait anggaran pertahanan masih dapat dibenarkan. Alasan pertama, anggaran Kemenhan termasuk salah satu yang dialihkan untuk membantu penanganan pandemi Covid-19. Hal itu membuat pos anggaran pertahanan dalam 2 tahun terakhir tetap terkena dampak pengurangan anggaran guna mendukung penanganan pandemi Covid-19. Alasan kedua adalah di era pandemi Covid-19, ancaman non konvensional yang dihadapi Indonesia mengalami peningkatan. Salah satu contohnya adalah kejahatan narkotika lintas batas.
Alasan terakhir yang membuat alokasi anggaran yang besar untuk Kemenhan adalah agenda modernisasi alat utama sistem persenjataan (Alutsista) yang dimiliki TNI juga tidak bisa ditunda untuk jangka waktu lebih lama. Pengetatan anggaran Kemenhan sejak pandemi sangat berdampak terhadap rencana pembangunan kekuatan minimum pertahanan (Minimum Essential Forces/MEF). Hingga 2019, pencapaian agenda MEF masih meleset dari target yang sudah ditetapkan. Padahal, saat itu belum terjadi pandemi Covid-19. Sementara sejumlah alutsista yang dimiliki TNI, selain dari sisi kuantitas masih kurang, kualitas senjata juga tergerus usia.