Pemerintah tengah menggodok aturan (Peraturan Presiden) terkait penunjukan teknis pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar. Langkah pembuatan aturan pembelian Pertalite dan Solar ini agar penyalurannya dapat lebih tepat sasaran. Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menjelaskan, regulasi itu akan mengatur dua hal, yakni kenaikan harga minyak dunia dan peralihan konsumen dari BBM nonsubsidi ke BBM bersubsidi akibat disparitas harga.
Saat ini harga Solar bersubsidi di angka Rp 5.100 per liter, jauh lebih tinggi dibanding solar nonsubsidi yang hampir Rp 13.000 per liter. Djoko menyampaikan, Solar adalah prioritas pertama yang akan pemerintah atur karena BBM jenis ini digunakan tidak hanya oleh kendaraan bermotor, tetapi industri-industri pertambangan dan perkebunan, hingga kapal-kapal besar. Adapun Pertalite hanya terjadi pergeseran konsumen yang membuat volume penyalurannya bertambah.
Perang Ukraina dengan Rusia telah membuat harga minyak dunia melambung terkhusus gasoline. Bahkan harganya terus naik selama beberapa minggu terakhir usai Rusia kena sanksi UE dan AS. Imbas kenaikan harga minyak dunia beberapa waktu terakhir, ikut mengerek harga BBM di dalam negeri. Situasi tersebut membuat beban keuangan Pertamina semakin berat karena perseroan harus melakukan impor sekitar 50 persen untuk bensin dengan harga yang tinggi, sementara harga jual produknya justru tidak naik sesuai harga keekonomian.