Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara (STIPAN), Soni Sumarsono, mengatakan polemik penolakan pelantikan penjabat patut menjadi pelajaran bersama, baik bagi para gubernur maupun Kemendagri. Perlu pemahaman dari daerah bahwa yang diusulkan tidak mutlak harus diterima pemerintah pusat. Terkait polemik pengangkatan penjabat dari unsur TNI/Polri, Soni berharap pemerintah memberikan penjelasan yang utuh kepada publik dan jangan sampai isu berkembang tanpa ada respons dari pemerintah secara resmi. Penyelenggaraan pemerintahan harus terus berlangsung. Penjabat harus mampu memastikan pemerintahan bisa berjalan efektif. Untuk itu, penjabat harus memiliki program kerja yang jelas, serta disosialisasikan kepada publik dan DPRD agar dapat terus diawasi. Setelah monitoring, kemudian dilakukan evaluasi.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, Herman Nurcahyadi Suparman, mengatakan bahwa mekanisme monitoring dan evaluasi terhadap penjabat kepala daerah harus jelas agar penolakan pelantikan karena ketidaksetujuan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dapat diatasi. Dalam satu bulan terakhir, persoalan regulasi teknis jadi catatan utama. Pemerintah pusat harus mengeluarkan regulasi teknis yang mengatur mekanisme pemilihan dan penetapan penjabat, dengan memasukkan juga kewenangan penjabat kepala daerah seperti hak dan kewajiban, serta tugas pokok fungsinya. Regulasi teknis itu perlu disosialisasikan secara sistematis agar dapat diterima semua pihak.
Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik, menyampaikan Kemendagri telah membentuk tim untuk memantau kinerja para penjabat sehingga kinerja mereka akan terukur dan dapat terus dievaluasi. Bersamaan dengan itu, para penjabat juga wajib menyampaikan laporan kinerjanya secara rutin kepada Kemendagri.