Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam konferensi pers virtualnya, Selasa (26/4/2022) mengatakan bahwa pemerintah secara resmi membuat aturan untuk melakukan pelarangan ekspor produk olahan sawit seperti refined, bleached, deodorized (RBD) palm olein yang merupakan bahan baku pembuatan minyak goreng sawit dan minyak goreng sawit (MGS) mulai Kamis 28 April 2022 pukul 00:00 WIB sampai tercapainya harga minyak goreng curah sebesar Rp14 ribu per liter di pasar tradisional. Airlangga telah meminta Direktorat Jenderal Bea Cukai untuk mengawasi larangan eskpor tersebut. Permendag yang akan diterbitkan nanti akan sesuai dengan aturan Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO). Ia juga menegaskan bahwa larangan ekspor untuk produk RBD Palm Olein ini berlaku untuk seluruh produsen yang menghasilkan produk tersebut.
Airlangga menggarisbawahi nantinya distribusi minyak goreng kepada masyarakat dengan harga Rp14 ribu per liter akan dilakukan dengan dua mekanisme. Pertama, pemerintah akan melakukan pembayaran selisih harga oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan tanpa mengurangi good governance dari BPDPKS yang diberikan kepada produsen. Kemudian penugasan kepada Bulog untuk melakukan distribusi minyak goreng curah ke masyarakat di pasar-pasar tradisional terutama minyak goreng yang berasal dari kawasan atau pelarangan ekspor yang produsennya tidak memiliki jaringan distribusi. Sehingga produsen yang biasanya ekspor, tidak punya jaringan distribusi, maka diberikan penugasan kepada Bulog untuk melakukan distribusinya.
Sebelumnya, petani sawit mengaku keberatan dengan kebijakan pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng. Anggota Dewan Pakar Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Wayan Supadno meminta agar pemerintah tetap membuka keran ekspor CPO dan minyak goreng. Pasalnya, kebijakan pelarangan ekspor tersebut akan mengancam kehidupan 2,6 juta kepala keluarga petani sawit yang selama ini menggantungkan hidupnya dari ekspor sawit. Wayan menjelaskan penghentian ekspor ini juga akan merugikan negara. Pasalnya, dengan pelarangan ekspor ini negara akan kehilangan sumber pemasukan negara yakni devisa senilai Rp510 triliun per tahun, pajak ekspor Rp85 triliun per tahun dan pungutan ekspor oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) senilai Rp71 triliun per tahunnya. Pemerintah diminta untuk serius dalam menangani permasalahan ini, terutama menindak oknum-oknum pengusaha nakal yang berdampak kepada langkanya ketersediaan minyak goreng utamanya untuk kalangan masyarakat menengah ke bawah.