Proteksionisme Pangan Global

Selama 2 tahun terakhir ini perdagangan produk pangan global telah menghadapi tantangan cukup berat yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Tantangan ini ditambah lagi dengan pecahnya konflik Rusia dan Ukraina yang dampaknya memengaruhi cadangan pangan dunia dan kian mendisrupsi rantai pasok global yang sudah mulai terganggu sejak pandemi berlangsung. Harga bahan pangan yang sudah membubung sejak semester II/2020 diberitakan mencapai titik tertinggi di bulan Februari 2022. Harga gandum telah melonjak lebih dari 50%, harga jagung melambung 25%, harga minyak biji bunga matahari melesat lebih dari 35%, minyak kedelai sebesar 20%, dan minyak sawit meningkat sebesar 50%. Faktor penyebabnya antara lain adalah tingginya permintaan yang disebabkan oleh kepanikan pasar sejak meletusnya konflik Rusia-Ukraina, terdisrupsinya pasokan, dan mahalnya biaya logistik. Tingginya permintaan dunia dan tidak stabilnya harga gas alam juga menyebabkan harga pupuk meningkat lebih dari tiga kali lipat akhir-akhir ini. Perkembangan ini secara langsung juga turut melambungkan biaya produksi sektor pertanian yang berujung pada peningkatan harga komoditas pangan.

Menyikapi situasi ini reaksi kelompok negara di berbagai belahan dunia bervariasi. Beberapa negara yang segera mengambil langkah aksi tercatat adalah Hungaria yang mengeluarkan larangan ekspor serealia. Moldova menunda pengapalan komoditas gandum, jagung, dan gula. Turki memperketat pengaturan tata niaga ekspor gandum dan Bulgaria melakukan rasionalisasi penjualan serealia di dalam negeri serta melarang penjualan ekspor. Otoritas Argentina juga diberitakan menerapkan larangan pengapalan kedelai ke luar negeri. Upaya ini diyakini merupakan langkah awal Pemerintah Argentina untuk menaikkan pajak ekspor kedelai yang saat ini mencapai 31%. Pemerintah Mesir juga telah melarang ekspor produk pertanian utamanya, termasuk berbagai jenis tepung, gandum dan kacang-kacangan.

Indonesia perlu segera mencari alternatif sumber pasokan baru untuk komoditas yang tidak tersedia di dalam negeri seperti gandum, dan komoditas yang demand-nya sangat tinggi di dalam negeri karena dikonsumsi sebagai bahan pangan dan pakan ternak, seperti jagung dan kedelai. Stok bahan pangan ini di dalam negeri harus tetap tinggi agar harga tetap stabil. Apabila harga jagung pakan melambung tinggi maka dampaknya akan sangat terasa ke harga ayam dan telur ayam yang dikonsumsi secara luas oleh masyarakat sebagai sumber protein. Sementara untuk kedelai pemerintah perlu memikirkan beban yang akan ditanggung konsumen apabila kedelai tidak tersedia karena banyak UMKM dan pedagang kecil yang menggunakan komoditas ini sebagai bahan baku dalam produksi tahu dan tempe.

Search