Saatnya Stop Impor dan Beralih Kembali ke Pangan Lokal

Sering kali perjanjian perdagangan yang ditandatangani Indonesia justru membuka akses pasar dan impor sebesar-besarnya. Selama ini kesempatan membangun pangan lokal ada, tetapi kuatnya pengaruh pemburu rente membuatnya tidak berjalan. Tren kenaikan harga pangan dunia seharusnya jadi titik balik bagi pemerintah untuk berani menyatakan stop impor pangan dan mulai beralih memacu produktivitas beraneka ragam pangan lokal, seperti padi, jagung, sagu, dan singkong.

Upaya mengangkat kembali pangan lokal dinilai sangat menguntungkan karena secara otomatis terjadi diversifikasi dan tidak bergantung pada satu komoditas seperti padi. Di sisi lain, dengan beralih kembali ke pangan lokal, devisa negara akan lebih hemat karena tidak digunakan untuk membeli produk petani di luar negeri, tetapi justru dimanfaatkan untuk semakin memberdayakan petani di seluruh pelosok Nusantara. Dengan demikian, produktivitas sektor pertanian semakin meningkat sehingga berkontribusi pada peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB), memperbaiki kesejahteraan para petani, membuka lapangan kerja di perdesaan, sehingga mengurangi pengangguran, bahkan bisa mengurangi kesenjangan pendapatan.

Manajer Program dan Advokasi Indonesia for Global Justice (IGJ), Rahmat Maulana Sidik, mengatakan, Kebergantungan pada pangan impor, jelasnya, memberi dua dampak yang tidak menguntungkan. Pertama, kebergantungan pada pangan impor, dan kedua, harga pangan ditentukan oleh pasar yang merugikan konsumen. Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, mengatakan pemerintah harus memanfaatkan momentum Presidensi G20 untuk mengurangi kebergantungan impor pangan. Indonesia, memiliki peluang untuk menjadi pelaku utama pangan pada tingkat regional maupun global jika pangan dalam negeri diperkuat di masing-masing daerah.

Search