Perusahaan bursa kripto Tanah Air keberatan dengan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) sekitar 0,1 hingga 0,2 persen. Indodax, platform perdagangan kripto, menyetujui pajak yang dibebankan sebesar 0,1 persen. Namun, pihaknya tak setuju apabila pajak dikenakan hingga 0,2 persen. Pasalnya, nasabah akan semakin terbebani ditambah dengan biaya-biaya lainnya. Kalau 0,2 persen, investor akan terbebani dengan fee exchange 0,3 persen. Jadi konsumen akan kena biaya dua kali lipat dari yang ada,” kata CEO Indodax Darmawan Oscar kepada CNNIndonesia.com, Rabu (6/4).
Senada, CEO Bitocto Milken Jonathan mengatakan bahwa pihaknya tak setuju dengan pengenaan pajak hingga 0,2 persen. Menurutnya, ini akan membuat pelaku pasar minggat dari perdagangan kripto dalam negeri. Ia mengaku ada beberapa nasabahnya yang mengeluhkan kebijakan pemerintah tersebut. Dengan begitu, ia menyarankan agar pemerintah hanya mengenakan pajak kripto sebesar 0,05 persen.
Di lain sisi, trader kripto nampaknya menanggapi santai isu ini. Rafid (21), pekerja swasta yang aktif trading kripto, angkat suara soal pajak yang diberlakukan pemerintah ini. Karena baru belajar dan masih dengan modal yang tidak terlalu banyak, PPN dan PPh belum terlalu membebani. Namun, ia mengaku pajak itu tentu akan sedikit memberatkan trader. Arfan (22) bahkan tak ambil pusing soal pengenaan pajak bagi kripto. Namun ia berharap dengan pajak yang ia berikan, pemerintah juga menaruh perhatian yang lebih terhadap aset perdagangan ini. Salah satunya dengan membentuk bursa kripto yang perlu diatur dengan baik.