Rusia akan menyusun pengaturan praktis bagi perusahaan asing untuk membayar gasnya dalam mata uang rubel pada Kamis (31/3/2022). Kebijakan tersebut menindaklanjuti kemungkinan gangguan pasokan karena negara-negara Barat sejauh ini menolak permintaan Moskow untuk pertukaran mata uang. Presiden Rusia, Vladimir Putin memerintahkan untuk menagih negara-negara “tidak bersahabat” dalam mata uang rubel untuk gas Rusia. Kebijakan itu telah mendorong mata uang ini, setelah jatuh ke posisi terendah sepanjang masa ketika Barat memberlakukan sanksi besar-besaran terhadap Moskow atas invasinya ke Ukraina.
Langkah tersebut telah menuai kritik keras dari negara-negara Eropa, yang membayar gas Rusia sebagian besar dalam euro. Mereka menyebut Rusia tidak berhak untuk “menggambar” ulang kontrak, dengan negara-negara G7 menolak tuntutan Moskow pada minggu ini. Harga gas Eropa telah meningkat lebih lanjut pada minggu ini, di tengah kekhawatiran tentang penghentian pasokan. Rusia sejauh ini telah memenuhi kewajiban kontraktualnya untuk pasokan gas ke Eropa.
Uni Eropa sedang menilai skenario, termasuk penghentian penuh pasokan gas Rusia pada musim dingin mendatang, sebagai bagian dari perencanaan darurat untuk guncangan pasokan. Eropa mendapat sekitar 40 persen gasnya dari Rusia. Impor sekitar 155 miliar meter kubik (bcm) tahun lalu. Permintaan Putin telah memicu kekhawatiran di Jerman sebagai ekonomi utama Eropa, tentang gangguan besar pada pasokan gas jika utilitas gagal membayar dalam mata uang rubel, serta bagaimana hal ini akan mempengaruhi industri dan rumah tangga. Tanpa pasokan gas Rusia, Kepala Eksekutif E.ON Leonhard Birnbaum mengatakan ekonomi Jerman akan terguncang. Birnbaum menjelaskan negara Jerman akan membutuhkan tiga tahun untuk merdeka dari gas Rusia.