Celah Persoalan dari Kebijakan Baru

Langkah pemerintah menggonta-ganti kebijakan minyak goreng menuai kritik dari sejumlah kalangan. Kebijakan terbaru yang dikeluarkan pemerintah adalah melepas harga minyak goreng kemasan sesuai dengan mekanisme pasar dan meminta Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS) mensubsidi minyak goreng curah agar memenuhi batas harga eceran tertinggi (HET) Rp 14 ribu per liter. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia, Mujiburrohman, mengatakan ketentuan yang berubah-ubah itu menunjukkan bahwa beleid pemerintah tidak didasari kebijakan dan pertimbangan yang matang. Penetapan HET minyak goreng curah dinilai tidak memberikan margin bagi pedagang. Seharusnya, pemerintah menerapkan kebijakan antara lebih dulu sebelum mengubah total ketentuan secara tiba-tiba.

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Indonesia, Rizal Edy Halim, mengatakan kebijakan baru masih menyisakan celah persoalan. Permasalahan itu antara lain mengenai mekanisme pembelian minyak goreng curah bersubsidi hingga potensi penggunaan dana BPDPKS yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Di sisi lain, Rizal menilai persoalan yang mesti diselesaikan pemerintah saat ini adalah memastikan minyak goreng dapat mengalir sampai ke pasar dan konsumen. Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Agus Sujatno, mengatakan, dari sudut pandang konsumen, sebuah komoditas harus memenuhi unsur 3T, yaitu tersedia, terjangkau, dan terjamin kualitasnya. Namun, Agus mengingatkan bahwa kebijakan baru juga akan menimbulkan celah persoalan baru. Misalnya disparitas harga minyak goreng bersubsidi dengan non-subsidi bisa saja menarik konsumen untuk bermigrasi. Jika migrasi terjadi, dikhawatirkan ketersediaan minyak goreng bersubsidi nantinya malah berkurang dan berpotensi menimbulkan kericuhan berikutnya. Misalnya, masyarakat yang kurang mampu serta pelaku usaha mikro dan kecil tidak kebagian pasokan. Karena itu, pengawasan distribusi tetap menjadi pekerjaan rumah pemerintah.

Di sisi lain, pemerintah juga tidak bisa lepas tangan begitu saja terhadap harga minyak goreng kemasan setelah diserahkan ke mekanisme pasar. Pemantauan tetap mesti diperketat agar tidak ada permainan harga yang menyebabkan konsumen dirugikan lagi. Jangan sampai ada kartel dan kongkalikong karena ini tidak adil bagi konsumen. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai pengawasan terhadap distribusi minyak goreng curah akan sangat susah akibat tidak adanya kode batang dan kode produksi. Bahkan sangat mungkin ada penyelewengan lain berupa minyak goreng oplosan dengan jelantah. Di sisi lain, subsidi minyak goreng juga bisa menimbulkan masalah lain lantaran dana BPDPKS dikhawatirkan tak cukup untuk menanggung minyak goreng curah yang pemanfaatannya membengkak. Pemerintah seharusnya berfokus pada menyelesaikan permasalahan distribusi minyak goreng. Apalagi penelusuran minyak goreng kemasan seharusnya bisa dilakukan dengan lebih mudah ketimbang potensi tugas anyar dari kebijakan baru, yaitu mengawasi minyak goreng curah.

Search