Perang Rusia-Ukraina telah menjadi A Disrupted Global Recovery di tengah tingginya harapan masyarakat dunia terhadap pemulihan ekonomi yang terjadi pada tahun 2022. Dr Agus Herta Sumarto, Peneliti INDEF, menyebut perang Rusia-Ukraina akan membawa dampak signifikan terhadap APBN tahun 2022. Beberapa asumsi makroekonomi yang dibuat ketika proses penyusunan APBN, meleset dan jauh dari target yang ditetapkan. Harga minyak dunia dalam asumsi APBN hanya ditetapkan sebesar US$63 per barel. Padahal, sampai dengan tanggal 7 Maret 2022, harga minyak Brent sudah ditransaksikan seharga US$128,76 per barel.
Kenaikan harga migas dunia ini akan memberatkan APBN kita terutama berkaitan dengan besaran subsidi energi yang telah ditetapkan terutama subsidi LPG 3Kg. Di tengah naiknya harga gas dunia yang berimbas pada naiknya harga gas non-subsidi, banyak masyarakat yang akan beralih pada LPG 3 kg. Hal ini akan mengakibatkan subsidi LPG 3 kg membengkak. Poin lainnya adalah, utang pemerintah akan mengalami tekanan seiring dengan makin beratnya beban pengeluaran pemerintah melalui subsidi dan pembangunan infrastruktur. Langkah realokasi dan refocussing anggaran dinilai tidak akan cukup di tengah masih tingginya pembiayaan untuk penanggulangan pandemi dan pemulihan ekonomi.
Sementara ekonom INDEF, Eisha M Rachbini, menjelaskan bahwa perang Rusia dan Ukraina meningkatkan risiko krisis energi dan ancaman inflasi. Jika kenaikan harga ke depan persisten dan sangat terasa terhadap daya beli masyarakat, subsidi berfungsi sebagai bantalan agar masyarakat tidak lebih jatuh terpuruk dalam kemiskinan. Peran pemerintah adalah memberikan bantalan/safe guard pada masyarakat yang memang perlu dibantu (masyarakat kurang mampu) ketika shock terjadi (kenaikan harga). Artinya, subsidi pemerintah akan naik. Di sisi pengeluaran, akan memberikan tekanan pada APBN 2022. Kenaikan harga minyak mentah US$1 per barel, menaikkan anggaran subsidi elpiji sekitar Rp1.47 trilliun, subsidi minyak tanah Rp49 miliar, beban kompensasi BBM kepada Pertamina Rp2.65 triliun. Setiap kenaikan Indonesian crude price (ICP) sebesar US$1 per barel berdampak pada tambahan subsidi dan kompensasi listrik sebesar Rp295 miliar.