Dampak Global Invasi Rusia ke Ukraina

Muhamad Chatib Basri, Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.

Perang adalah sebuah tragedi kemanusiaan. Bagaimana dampaknya terhadap perekonomian dunia dan Indonesia?

Dari jalur keuangan, keterkaitan Rusia dengan sektor keuangan di Asia, termasuk Indonesia, amat terbatas. Itu sebabnya pasar keuangan, termasuk nilai tukar rupiah, relatif stabil.

Dari jalur perdagangan, kenaikan harga minyak akan mendorong orang mencari substitusi dari minyak. Permintaan terhadap batubara dan kelapa sawit akan meningkat, harganya akan naik. Kenaikan harga batubara dan kelapa sawit ini akan berdampak positif terhadap ekspor Indonesia dan daya beli di luar Jawa.Penerimaan pemerintah juga akan meningkat. Namun, dalam jangka menengah, risiko resesi ekonomi global akan berdampak pada ekspor Indonesia. Jika pertumbuhan ekonomi global melambat, pertumbuhan ekonomi China dan India juga akan terpukul dan membawa pengaruh pada melemahnya permintaan batubara dan kelapa sawit.

Dari sisi fiskal, contingent liabilities (beban utang implisit pemerintah) juga akan meningkat. Kenaikan harga energi akan membuat neraca Pertamina dan PLN dalam tekanan. Jika pemerintah tidak mengizinkan kenaikan harga tarif listrik dan BBM, ada risiko PLN dan Pertamina berada dalam kesulitan.

Saat ini OJK memberlakukan relaksasi kredit sehingga NPL terlihat rendah. Namun, angka rasio pinjaman yang berisiko (loan at risk/EaR) relatif tinggi sehingga jika normalisasi dilakukan oleh OJK, NPL akan meningkat. Selain itu, jika Bank Indonesia mulai menaikkan bunga, risiko NPL akan naik dan mengganggu pemulihan ekonomi. Dari sisi kepentingan Indonesia, kita berharap agar The Fed tidak terlalu agresif,

Kenaikan bunga di AS akan meningkatkan risiko bagi perusahaan yang memiliki eksposur pinjaman besar (highly leveraged). Dalam kasus Indonesia, kombinasi dampak Covid-19, kenaikan bunga The Fed dan Bank Indonesia, kenaikan harga energi, serta pelemahan nilai tukar rupiah akan membuat kemampuan perusahaan terganggu termasuk BUMN Indonesia, akan berpotensi mengalami tekanan. Akibatnya, risiko contingent liabilities terhadap APBN juga meningkat. Tahun 2023 akan menjadi tahun yang tak mudah buat kita. Potensi resesi ekonomi global mungkin terjadi bersamaan dengan rencana pemerintah untuk melakukan konsolidasi fiskal dan moneter. Saat yang sama, risiko inflasi juga meningkat.

Itu sebabnya, exit policy harus dilakukan dengan hati-hati. Kombinasi dari pengetatan moneter dan fiskal yang terjadi bersamaan dapat menjadi pukulan berlapis. Dampak kenaikan harga pangan bagi penduduk rentan juga perlu diperhatikan karena akan membawa mereka ke dalam kemiskinan. Prioritas kebijakan fiskal harus diberikan untuk membantu mereka yang rentan. Di dalam prioritas anggaran, pemerintah harus cermat membedakan antara mana yang harus dan mana yang sekadar keinginan

Search