Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Rudianto Lallo, berharap Komisi Percepatan Reformasi Polri bisa bekerja dengan baik, dan mampu menerjemahkan keinginan Presiden untuk mengubah institusi Polri ke arah yang lebih baik. Perbaikan ini, salah satunya terkait isu penyalahgunaan wewenang dalam penegakan hukum. Ini juga terkait penangkapan para aktivis oleh Polri pascademonstrasi besar pada Agustus 2025 yang menjadi sorotan publik.
Anggota Komisi III DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdullah, mengatakan, salah satu rekomendasi yang perlu diperhatikan Komisi Percepatan Reformasi Polri ini ialah terkait kematian Muhammad Farhan Hamid dan Reno Sastrawijaya. Bahkan, Abdullah mendorong dibentuknya tim gabungan pencari fakta (TGPF) independen yang melibatkan berbagai unsur untuk mencari kebenaran di balik kasus ini. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Soedeson Tandra, menekankan Komisi Percepatan Reformasi Polri yang dibentuk Presiden Prabowo Subianto harus mempertimbangkan tuntutan publik. Menurut Soedeson, rekomendasi perbaikan yang diberikan komisi tersebut harus disesuaikan dengan perkembangan demokrasi.
Wakil Ketua Riset Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arif Maulana berpandangan, reformasi kepolisian harus dimulai dengan mengidentifikasi dan mengevaluasi permasalahan mendasar kepolisian yang selama ini tampak dari berbagai kasus yang terjadi selama ini, seperti praktik militeristik, penyiksaan, penggunaan kekuatan berlebihan, korupsi, impunitas, besarnya kewenangan, hingga ketiadaan pengawasan yang efektif. Arif juga menyebut isu terkait rekrutmen dan seleksi adalah salah satu masalah yang tidak bisa dipisahkan dari masalah mendasar lainnya sehingga membutuhkan solusi komprehensif.
