DPR Diminta Tak Buang Waktu, Segera Siapkan Draf Revisi UU Pemilu

Ketua Komisi II DPR Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menegaskan, pembahasan resmi revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) baru akan dimulai pada 2026. Menurut Rifqi, Komisi II DPR akan memanfaatkan waktu yang tersisa pada tahun ini untuk menyelesaikan agenda legislasi lain, yakni RUU tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Di sisi lain, Komisi II DPR juga masih menunggu keputusan dari Pimpinan DPR untuk menunjuk alat kelengkapan dewan (AKD) yang membahas revisi UU Pemilu.

Menurut Rifqi, revisi UU Pemilu akan diarahkan menggunakan metode kodifikasi agar pengaturan kepemiluan lebih sistematis dan tidak tumpang tindih dengan undang-undang lain, termasuk UU Pilkada dan UU Partai Politik. Melalui metode kodifikasi, ia meyakini tiga problem utama dalam sistem kepemiluan dapat teratasi, yaitu soal tumpang tindih norma antarundang-undang, multitafsir norma, serta kekosongan norma yang tidak ada dalam berbagai undang-undang kepemiluan.

Pengajar Hukum Pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menilai, DPR seharusnya tidak menunggu hingga 2026 untuk memulai proses revisi UU Pemilu. Menurutnya, tiga bulan tersisa di tahun ini dapat digunakan untuk menyiapkan rancangan naskah akademik dan draf RUU Pemilu melalui Badan Keahlian DPR (BKD). Menurut Titi, naskah RUU Pemilu versi 2021 tersebut bisa dimutakhirkan dengan memasukkan berbagai putusan MK terbaru serta evaluasi penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada. Titi menekankan, revisi kali ini perlu menggunakan pendekatan kodifikasi. Sebab, secara konstitusional tidak ada lagi pembedaan rezim pemilu dan pilkada setelah Putusan MK Nomor 85/PUU-XX/2022. Selain itu, UU Pemilu dan UU Pilkada saat ini sudah tambal sulam dan perlu diganti total agar pengaturannya lebih sistematis, jelas, dan mudah dipahami.

Search