Menanti Reformasi DPR dan Polri, Publik Tunggu Perubahan Nyata

Desakan reformasi terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) semakin menguat pasca demonstrasi besar pada Agustus 2025. Publik menuntut perubahan nyata, bukan sekadar langkah reaktif yang bersifat sementara. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menekankan pentingnya Polri mengedepankan pendekatan humanis dalam mengamankan ruang publik. Sementara itu, kalangan masyarakat sipil menilai reformasi DPR belum menyentuh akar persoalan karena masih terjebak dalam kendali partai politik. Anam menilai aturan kepolisian di lapangan harus lebih profesional, terukur, dan tetap menjunjung kemanusiaan. Pola masyarakat yang kini semakin aktif berekspresi tidak bisa lagi dijawab dengan kekerasan aparat.

Kompolnas menyoroti masih adanya perlakuan tidak pantas aparat terhadap warga. Anam meminta kepolisian meningkatkan transparansi informasi bagi keluarga serta membuka akses bantuan hukum bagi warga yang ditangkap. Dengan demikian, tidak boleh ada lagi warga kesulitan mengakses atau mendapatkan informasi ketika ada anggota keluarganya yang ditangkap.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, langkah yang ditempuh DPR sejauh ini masih bersifat reaktif. dia mengingatkan bahwa DPR, partai politik, dan Presiden tidak boleh berhenti pada langkah tersebut. Lucius menilai, akar persoalan ada pada kegagalan DPR menjalankan fungsi sebagai representasi rakyat. Menurut Lucius, posisi rakyat di DPR semakin tersisih karena adanya sistem “recall” anggota oleh partai, dan mekanisme pengambilan keputusan yang sepenuhnya dikendalikan fraksi. Lucius menegaskan reformasi DPR seharusnya diarahkan pada perubahan sistem dan merevisi aturan yang mengekang peran wakil rakyat. Menurutnya, perlu ada penataan ulang tugas dan fungsi DPR beserta alat kelengkapannya dengan membatasi kendali parpol atas kerja-kerja mereka.

Search