Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, mengumumkan pengunduran dirinya pada Minggu (7/9) malam menyusul desakan dari internal partainya yang meningkat. Tekanan untuk mundur meningkat terutama desakan agar ia bertanggung jawab atas kekalahan bersejarah yang dialami Partai Demokrat Liberal (LDP) dalam pemilu parlemen pada Juli lalu. Ishiba berargumen bahwa dirinya ingin menghindari kekosongan pemimpin politik di tengah tantangan besar yang dihadapi Jepang, baik domestik maupun internasional. Beberapa tantangan yang mencekik situasi ekonomi Jepang adalah mulai dari tarif impor Amerika Serikat, kenaikan harga, hingga meningkatnya ketegangan di kawasan Asia-Pasifik.
Ishiba menilai saat yang tepat tiba setelah Presiden AS Donald Trump, pada Jumat lalu, memerintahkan penurunan tarif terhadap mobil dan produk Jepang lain dari 25% menjadi 15%. Pengunduran diri Ishiba diumumkan sehari sebelum partainya memutuskan apakah akan menggelar pemilihan ketua lebih awal atau tidak. Sementara itu, pemilihan lebih awal ini sebuah langkah yang secara de facto dianggap sebagai mosi tidak percaya terhadap dirinya bila disetujui. Ishiba menyebut keputusan mundur sebagai “pilihan menyakitkan” demi menghindari perpecahan internal.
Ishiba mengatakan dirinya akan memulai proses pemilihan ketua partai untuk menentukan penggantinya yang dijadwalkan berlangsung Oktober. Ia akan tetap menjabat sebagai perdana menteri hingga pemimpin baru terpilih dan disahkan oleh parlemen.
