Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menetapkan 184 bidang tanah sebagai tanah telantar. Negara bisa mengambil alih tanah-tanah itu berdasarkan peraturan perundangan. Direktur Penertiban Penguasaan Pemilikan dan Penggunaan Tanah Kementerian ATR/BPN Sepyo Achyanto mengatakan penetapan sudah melalui beberapa tahap sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021. “Yang sudah diberi peringatan dan sudah ditetapkan menjadi tanah telantar sejumlah 184 bidang,” kata Sepyo melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Selasa (22/7).
Sepyo berkata ada 1.795 bidang tanah lainnya yang masih proses penertiban. Namun, ATR/BPN sudah memberi peringatan ke pemilik hak tanah-tanah itu. Dia menjelaskan penetapan tanah telantar dimulai dengan penertiban yang dilakukan kepala kantor wilayah BPN. Penertiban dilakukan bertahap, mulai dari evaluasi, peringatan 1-3, hingga usulan penetapan. Kemudian, usulan dikirim ke menteri ATR/BPN. Penetapan tanah telantar dilakukan oleh menteri ATR/BPN.
Beberapa waktu lalu, Nusron menyebut sudah ada 1,4 juta hektare tanah telantar alias tanah nganggur yang sudah diambil negara. Nusron menjelaskan jumlah itu merupakan bagian dari 55,9 juta hektare atau 79,5 persen tanah yang bersertifikat di Indonesia. Tanah-tanah tersebut dikembalikan ke negara karena tak dimanfaatkan oleh pemegang sertifikat. “Itu totalnya (tanah telantar) ada 1,4 juta hektare secara nasional,” ungkap Nusron pada Diskusi Publik Pengukuhan dan Rakernas PB IKA-PMII 2025-2030 di Hotel Bidakara, Jakarta, Minggu (13/7). Nusron berkata tanah-tanah itu akan disalurkan ke organisasi kemasyarakatan (ormas), seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), hingga Persatuan Ummat Islam (PUI). Pemerintah juga membuka peluang tanah nganggur dikelola oleh organisasi mahasiswa ekstra kampus (ormek), seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).