Meskipun Indonesia telah menandatangani exchange of letters sebagai langkah awal dalam perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA), potensi peningkatan ekspor ke Uni Eropa masih belum menjanjikan secara konkret. Kepala Pusat Kajian Iklim Usaha dan Rantai Nilai Global LPEM UI, Mohammad Dian Revindo, menjelaskan bahwa CEPA mencakup lebih dari sekadar penghapusan tarif—juga mencakup isu-isu kompleks seperti hambatan teknis perdagangan, hak kekayaan intelektual, layanan, dan transparansi regulasi. Walaupun Menko Perekonomian Airlangga menyebutkan bahwa 80% produk ekspor Indonesia akan dikenakan tarif 0% setelah perjanjian berlaku, Revindo menilai hambatan non-tarif masih menjadi tantangan besar yang bisa menghambat peningkatan ekspor.
Revindo menyoroti bahwa komoditas utama Indonesia seperti minyak sawit, karet, produk perikanan, furnitur, serta kakao dan kopi menghadapi hambatan non-tarif yang besar di pasar Uni Eropa. Oleh karena itu, Indonesia perlu mendorong penyelesaian teknis dalam perundingan IEU-CEPA, khususnya dalam pengurangan hambatan teknis seperti TBT, SPS, REDD II, dan EUDR. Selain itu, penting adanya program capacity building untuk meningkatkan kemampuan lembaga dan SDM Indonesia dalam memenuhi standar mutu Eropa, termasuk pelatihan dan akreditasi lembaga sertifikasi nasional. Terakhir, Indonesia juga diharapkan menuntut komitmen Uni Eropa untuk meningkatkan investasi, membawa teknologi baru, dan membangun kemitraan yang kuat dengan pelaku usaha lokal melalui alih teknologi yang nyata.