Sri Mulyani Ungkap Trump Mundurkan Tenggat Tarif RI: Ada 12 Negara

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut tenggat pemberlakuan tarif impor 32 persen untuk Indonesia dimundurkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Indonesia diklaim tidak sendiri. Wanita yang akrab disapa Ani itu mencatat ada 12 negara yang diberi kelonggaran tenggat penerapan tarif oleh Trump. “Disampaikan di dalam suratnya Presiden Trump kepada semua negara-negara, ada 12 negara yang deadline-nya dimundurkan 1 Agustus. Indonesia termasuk dari negara-negara yang mendapatkan deadline dimundurkan 1 Agustus (2025),” kata Ani dalam Rapat Kerja dengan Komite IV DPD RI di Jakarta Pusat, Rabu (9/7).

Sang Bendahara Negara menegaskan pihaknya masih terus berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan menteri-menteri terkait. Ia mengatakan Airlangga juga telah memulai pembicaraan lanjutan dengan anak buah Trump. Ani menyebut ada berbagai pihak di tim Amerika yang menerima audiensi tim negosiasi Indonesia, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, sampai United States Trade Representative (USTR). “Kita berharap akan tetap mendapatkan hasil yang terbaik dari proses ini,” ucap Sri Mulyani optimistis. Ia menjelaskan ada 89 negara yang digetok tarif impor oleh Trump. Kondisi ini memengaruhi ekonomi dunia yang diproyeksi melemah. “Karena ini lebih dari 89 negara akan terkena (tarif impor), makanya proyeksi ekonomi dunia menjadi melemah karena adanya langkah tersebut,” jelasnya.

Terpisah, Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto mengatakan Menko Airlangga Hartarto saat ini sedang menuju Amerika dan dijadwalkan bertemu Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick, Menteri Keuangan AS Scott Bessent, dan Pejabat USTR Duta Besar Jamieson Greer. Menurutnya, Airlangga bakal memberikan respons resmi Indonesia atas pengumuman tarif 32 persen yang tak diturunkan AS. Padahal, Indonesia sudah menawarkan tambahan impor dan investasi US$34 miliar atau setara Rp551 triliun (asumsi kurs Rp16.206,38 per dolar AS). Ini dilakukan demi menyeimbangkan neraca dagang AS, di mana sebetulnya hanya defisit US$19 miliar. “Kita belum menganggap ini selesai karena di surat, mereka juga menyampaikan bahwa masih Agustus (2025). Kemudian, saya merasa lewat Agustus pun ini negosiasi juga belum selesai. Jadi, kesempatan masih terbuka untuk kita kembali menyampaikan bahwa Indonesia adalah sangat penting sekarang ini, jadi perlu mendapatkan prioritas,” tuturnya dalam Konferensi Pers di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat.

Search