Serangan AS ke Iran Dinilai Perkuat Tekad Korut Miliki Senjata Nuklir

Serangan udara yang dilakukan Amerika Serikat ke fasilitas nuklir Iran menggunakan pesawat pembom siluman B-2 pekan lalu tidak hanya mengguncang Timur Tengah, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran di Asia Timur. Para analis memperingatkan bahwa aksi militer ini justru akan membuat Korea Utara semakin yakin bahwa senjata nuklir adalah satu-satunya jaminan kelangsungan rezim mereka. “Serangan Presiden Trump ke fasilitas nuklir Iran sudah pasti memperkuat legitimasi kebijakan Korea Utara selama ini, yakni bertahan hidup melalui pengembangan senjata nuklir,” ujar Lim Eul-chul, profesor studi Korea Utara di Kyungnam University, Korea Selatan.

Lim menambahkan, Pyongyang kemungkinan besar melihat serangan AS itu sebagai ancaman pre-emptive dan akan mempercepat program rudal nuklir mereka sebagai langkah pencegahan. Kondisi ini, menurut para pengamat, bisa membuat Korea Utara mempererat kerja sama militernya dengan Rusia. Leif-Eric Easley, profesor keamanan internasional dari Ewha Womans University, juga menegaskan perbedaan mencolok antara kemampuan Iran dan Korea Utara. “Program nuklir Korea Utara jauh lebih maju, dengan senjata yang kemungkinan sudah bisa diluncurkan menggunakan berbagai sistem, termasuk rudal balistik antarbenua (ICBM),” katanya.

“Rezim Kim bisa mengancam daratan AS, dan Seoul sudah berada dalam jangkauan banyak senjata Korea Utara,” tambah Easly. Sebaliknya, menurut laporan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Iran belum memiliki senjata nuklir yang bisa diluncurkan dan masih berada di bawah ambang batas pengayaan uranium untuk keperluan militer. Berbeda dari Iran, Korea Utara diyakini memiliki 40 hingga 50 hulu ledak nuklir dan kemampuan untuk meluncurkannya ke berbagai wilayah di dunia. Selain itu, ada faktor lain yang membuat opsi serangan militer ke Pyongyang lebih rumit. “Serangan terhadap Korea Utara bisa memicu risiko perang nuklir skala penuh,” kata Lim.

Search