RI Diminta Ganti Rugi Navayo Soal Satelit, Kejagung: Itu Invoice Fiktif

Kejaksaan Agung tengah memproses putusan arbitrase dari International Criminal Court (ICC) terkait dengan kewajiban pembayaran ganti rugi sebesar 24,1 juta Dolar Amerika Serikat kepada perusahaan Navayo International AG. Proses perundingan ini terus dilakukan mengingat Kejaksaan Agung baru menetapkan tiga tersangka dalam kasus pengadaan yang melibatkan Navayo. Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung, Brigjen Andi Suci menegaskan, dasar hukum yang digunakan oleh Navayo untuk menggugat pemerintah Indonesia di ICC berdasar pada faktur tagihan atau invoice fiktif.

Keberadaan invoice fiktif ini terungkap setelah penyidik mendalami alur peristiwa dan kerja sama yang dijalin oleh Navayo dengan Laksamana Muda TNI (Purn) Leonardi yang saat itu menjabat sebagai Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan dan selaku Pejabat Pembuat Komitmen(PPK). Hal ini bermula saat Leonardi selaku PPK menandatangani kontrak dengan Gabor Kuti selaku CEO Navayo International AG (perusahaan Hungaria) pada tanggal 1 Juli 2016 tentang perjanjian untuk penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan yang terkait senilai USD 34.194.300 dan berubah menjadi USD 29.900.000.

Setelah penandatanganan kontrak, Navayo International AG mengakui telah melakukan pekerjaan berupa pengiriman barang kepada Kemhan. Atas pengakuan ini, Pihak Navayo pun mengirimkan empat invoice kepada Kemhan untuk menagih pembayaran atas pekerjaan yang disebutkan dalam kontrak. Namun, sampai dengan tahun 2019 Kemhan tidak tersedia anggaran pengadaan satelit. Kemudian, pada awal tahun 2025, Indonesia dijatuhi hukuman oleh Arbitrase Singapura dan harus membayar USD 20.862.822 kepada Navayo.

Search