Pemerintah melarang penjualan LPG 3 kg di tingkat pengecer mulai 1 Februari 2024, mengharuskan distribusi melalui pangkalan resmi Pertamina. Namun, menurut Direktur Puskepi Sofyano Zakaria, kebijakan ini tidak menjamin berkurangnya beban subsidi LPG karena peraturan yang mengatur siapa yang berhak menerima subsidi masih belum tegas. Perpres 104 Tahun 2007 yang membatasi pengguna LPG subsidi untuk rumah tangga dan usaha mikro dinilai “abu-abu”, sehingga kelompok usaha menengah juga kerap mengakses LPG subsidi. Oleh karena itu, revisi regulasi dan pengawasan yang lebih ketat diperlukan agar subsidi benar-benar tepat sasaran.
Sofyano menekankan bahwa persoalan utama bukan hanya pada distribusi atau harga eceran, tetapi lebih kepada peningkatan beban subsidi dan kuota LPG 3 kg. Tanpa aturan yang jelas, sulit memastikan bahwa penyaluran LPG benar-benar tepat sasaran. Selain itu, kebijakan menjadikan pengecer sebagai pangkalan resmi tidak menjamin pengurangan subsidi, karena pangkalan bisa tetap menjual LPG kepada pihak yang tidak berhak akibat ketidakjelasan regulasi. Di sisi lain, banyak pengecer enggan beralih menjadi pangkalan karena margin keuntungan mereka sebagai pengecer lebih tinggi.
Meskipun pengangkatan pengecer menjadi pangkalan resmi diharapkan membantu mengurangi subsidi, Sofyano mengingatkan bahwa tanpa regulasi dan pengawasan yang ketat, anggaran subsidi justru bisa semakin membengkak. Banyak masyarakat juga lebih memilih membeli dari pengecer meskipun dengan harga lebih mahal karena kemudahan akses dan layanan antar. Oleh karena itu, reformasi kebijakan harus mencakup revisi regulasi penerima subsidi dan pengawasan distribusi di lapangan agar program LPG subsidi benar-benar efisien dan tepat sasaran.