Pemerintah resmi memberlakukan opsen pajak mulai 5 Januari 2025, sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan mendorong kemandirian fiskal daerah. Namun, di balik tujuan tersebut, kebijakan ini memicu kekhawatiran di kalangan konsumen dan pelaku industri otomotif karena diprediksi akan berdampak pada kenaikan harga kendaraan bermotor yang cukup signifikan. Opsen pajak adalah pungutan tambahan di atas pajak yang sudah ditetapkan pemerintah daerah. Ada tiga jenis opsen pajak yang akan diberlakukan, yaitu:
Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
Opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)
Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB)
Menurut aturan, opsen PKB dan BBNKB dikenakan sebesar 66 persen dari nilai pajak yang terutang. Namun, ini tidak berarti pajak kendaraan langsung naik sebesar 66 persen karena tarif dasar PKB dan BBNKB telah disesuaikan. “Setelah tarif turun, pemerintah daerah bisa mengenakan opsen pajak sebesar 66 persen dari pajak yang terutang,” kata Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK, Lydia Kurniawati Christyan. Selain itu, dalam Pasal 107 Ayat 2 UU HKPD, pemungutan opsen PKB dan BBNKB didasarkan pada nama, NIK (Nomor Induk Kependudukan), dan/atau alamat pemilik kendaraan di wilayah kabupaten/kota. Penyesuaian tarif pajak dilakukan untuk memastikan penerapan opsen pajak tidak membebani masyarakat secara berlebihan. Tarif PKB untuk kepemilikan pertama disesuaikan dari 1,75 persen menjadi 1,86 persen dari Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB). Tarif BBNKB turun dari 20 persen menjadi 12 persen dari NJKB. Opsen sebesar 66 persen dikenakan di atas nilai pajak yang terutang.
Penerapan opsen pajak diperkirakan akan berdampak pada kenaikan harga kendaraan bermotor di pasar. Hal ini bahkan sudah dirasakan oleh beberapa wiraniaga otomotif. Seorang wiraniaga Toyota di Jakarta mengaku bahwa beberapa konsumen membatalkan pembelian setelah mengetahui besarnya kenaikan harga akibat opsen pajak. Selain itu, dia juga menyoroti perbedaan harga mobil antar daerah yang semakin mencolok akibat opsen pajak, meskipun nomor pelat kendaraan sama-sama B. Kebijakan opsen pajak tidak berlaku di Provinsi DKI Jakarta. Hal ini karena Jakarta memiliki status khusus sebagai daerah otonom tingkat provinsi sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta. Dengan demikian, sistem pengelolaan pajak kendaraan di Jakarta tetap terpusat dan tidak melibatkan mekanisme bagi hasil dengan kabupaten/kota. Pemerintah berharap penerapan opsen pajak dapat meningkatkan pendapatan daerah secara signifikan dan menciptakan sistem fiskal yang lebih transparan dan mandiri.