Mantan Presiden Suriah Bashar Al Assad mengeluarkan pernyataan pertamanya setelah rezimnya dijatuhkan oleh para pemberontak di Suriah. Dalam unggahan di media sosial, ia mengeklaim dirinya telah berencana untuk terus memerangi pasukan pemberontak, sebelum akhirnya Rusia mengevakuasi Assad. Pernyataan itu mengatakan, ia meninggalkan Damaskus menuju Rusia pada 8 Desember 2024 atau sehari setelah jatuhnya kota itu. Ia mengeklaim tetap berada di Damaskus untuk menjalankan tugasnya, hingga pasukan pemberontak memasuki ibu kota dan ia kemudian dievakuasi oleh pasukan Rusia ke pangkalan Moskwa di provinsi pesisir Latakia.
Assad juga mengeklaim bahwa ia telah berencana untuk terus berjuang melawan pemberontak di Suriah. Namun, ketika pasukannya sendiri telah hancur total dalam menghadapi kemajuan pemberontak, pangkalan udara tempat ia tinggal diserang oleh pesawat tanpa awak. Assad juga mengeklaim bahwa ia tidak pernah mencari posisi untuk keuntungan pribadi, namun sebaliknya menganggap dirinya sebagai penjaga proyek nasional yang didukung oleh keyakinan rakyat Suriah.
Sementara itu, Pemimpin Kelompok Hayat Tahrir Al Sham (HTS) telah bersumpah untuk membawa Assad dan kroninya ke pengadilan. Assad, saudaranya Maher, dan dua jenderal angkatan darat juga dicari di Perancis, di mana tahun lalu pihak berwenang mengeluarkan surat perintah penangkapan internasional. Yakni terkait dugaan keterlibatan dalam kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk serangan kimia 2013 di pinggiran kota Damaskus yang dikuasai pemberontak. PBB memperkirakan pada 2022, lebih dari 300.000 warga sipil telah tewas pada akhir Maret 2021 dalam perang saudara Suriah, yang dimulai pada 2011.