Jika Kotak Kosong Menang di Pilkada, Apa Saja yang Perlu Diperhatikan?

Jika pada pemungutan suara pada 27 November 2024, daerah-daerah dengan calon tunggal ada yang dimenangi oleh kotak kosong, setidaknya ada beberapa permasalahan yang akan dihadapi. Pertama terkait dengan waktu pelaksanaan pilkada berikutnya. Hal ini menjadi krusial karena selama menunggu pilkada berikutnya, pemerintahan daerah akan dipimpin oleh penjabat kepala daerah.

Anggota KPU, Idham Holik, menuturkan sekiranya pasangan calon tunggal tidak memperoleh suara sah lebih dari 50 persen sesuai syarat yang ditentukan, atau kotak kosong menang, maka akan diadakan pilkada kembali (3/9/2024). Saat ini, KPU sedang mengkaji dua alternatif untuk penyelenggaraan pilkada kembali, dan juga akan dikonsultasikan kepada DPR. Pertama, pilkada diulang kembali pada berikutnya yaitu 2025. Hal ini untuk memberikan kesempatan daerah segera memiliki kepala daerah dan wakil kepala daerah definitif, tanpa menunggu jeda terlalu lama. Kedua, pilkada berikutnya dilaksanakan sesuai jadwal yang dimuat dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada di mana pilkada dilaksanakan setiap lima tahun sekali secara serentak.

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati berpendapat regulasi di Pasal 54D UU Pilkada memang bisa diartikan dengan dua tafsir. Pelaksanaan pilkada berikutnya bisa diartikan pada 2029 atau ketika ada keserentakan pilkada lagi. Namun, bisa juga hal itu ditafsirkan pilkada di tahun berikutnya, yaitu pada 2025. Keberadaan penjabat kepala daerah yang menjabat sangat lama, apalagi lima tahun, tentu akan kontraproduktif dan menciptakan permasalahan. Agar calon tunggal tak kembali muncul di pilkada berikutnya, menurut Neni, maka dibutuhkan penguatan regulasi. Putusan MK yang melonggarkan ambang batas minimal bagi partai sudah ideal, tetapi perlu pula diatur ambang batas maksimal bagi partai gabungan sebagai syarat mengajukan calon kepala daerah.

Search