Tujuh hari menjelang pendaftaran calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dibuka, Mahkamah Konstitusi mengubah ambang batas pencalonan peserta pilkada oleh partai politik dan gabungan partai politik. MK mengingatkan semua pihak untuk mengikuti pertimbangan hukum dan pemaknaan MK terhadap pasal-pasal dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Pilkada) yang diuji materi. Apabila putusan itu tidak dilaksanakan, hasil pemilihan berpotensi dinyatakan tidak sah saat kontestan mengajukan gugatan sengketa hasil pilkada ke MK.
Putusan MK itu berpotensi mengubah konstelasi politik dalam Pilkada 2024. Misalnya, di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, ada delapan parpol yang dapat mengusung sendiri calonnya. Ketua DPP PDI-P Said Abdullah mengatakan, ada kemungkinan PDI-P mengusung pasangan Anies Rasyid Baswedan-Hendrar Prihadi di Pilkada Jakarta. Ketua DPP PPP Ahmad Baidowi juga menyampaikan, putusan MK memengaruhi konfigurasi koalisi dalam pengusungan pasangan calon di beberapa daerah.
Hanya berselang beberapa jam setelah MK membacakan putusan, Baleg DPR tiba-tiba merencanakan merevisi UU Pilkada. Tak sebatas itu, draf revisi UU Pilkada direncanakan hanya dibahas satu hari pada Rabu (21/8/2024). Baidowi menepis pembahasan revisi UU Pilkada diputuskan tiba-tiba, apalagi untuk mengakali putusan MK. Secara terpisah, menurut Koordinator Nasional JPPR, Rendy NS Umboh, DPR sebagai pembentuk undang-undang semestinya mengikuti putusan serta pertimbangan yang ditetapkan MK. Sebab, putusan MK final dan mengikat semua kalangan.