Pemerintah memperpanjang kebijakan pengenaan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) terhadap impor produk kain, karpet, dan tekstil penutup lainnya selama 3 tahun melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 48/2024 dan PMK No. 49/2024. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menjelaskan pertumbuhan subsektor tekstil dan produk tekstil (TPT) belum kembali ke level prapandemi karena permintaan pasar domestik dan ekspor yang menurun. Saat yang sama industri tekstil makin kompetitifnya dengan negara luar. Oleh sebab itu, menyatakan serapan tenaga kerja di sektor TPT menurun dari 3,98 juta pada 2023 menjadi 3,87 juta pada 2024. Secara bersamaan, industri TPT Indonesia juga menghadapi tantangan di dalam negeri akibat meningkatnya impor terutama dari Tiongkok. Pemerintah terus memantau situasi ini dan memberikan solusi untuk mendorong pemulihan kinerja fundamental industri TPT dalam jangka panjang.
Penyusunan dua PMK tersebut telah melibatkan seluruh pemangku kepentingan seperti kementerian/lembaga terkait, asosiasi dan pelaku usaha, serta perwakilan negara mitra dagang sesuai dengan ketentuan domestik yang sejalan dengan pengaturan trade remedies pada World Trade Organization (WTO). Selain kebijakan trade remedies, pemerintah juga ingin mendorong transformasi industri tekstil dengan mengeluarkan sejumlah kebijakan seperti insentif fiskal seperti Tax Holiday, Tax Allowance, Super Tax Deduction Vokasi dan Research and Development (R&D), insentif kawasan seperti Kawasan Ekonomi Khusus/Kawasan Berikat, maupun Bea Masuk Anti Dumping (BMAD). Dia meyakini produk tekstil dalam negeri dapat memanfaatkan rantai pasok global dan penciptaan nilai tambah serta daya saing industri di dalam negeri. Sebagai informasi, belakangan memang terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil. BPJS Ketenagakerjaan misalnya, yang mengungkapkan sebanyak 46.001 peserta dari sektor industri pakaian jadi dan tekstil tercatat tidak lagi menjadi peserta akibat adanya PHK massal.