Realisasi utang pemerintah telah mencapai Rp 8.444,87 triliun hingga akhir Juni 2024. Jumlah utang mayoritas berasal dari instrumen Surat Berharga Negara (SBN). Rasio utang per akhir Juni 2024 yang sebesar 39,13% terhadap PDB, tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara. Namun demikian, angka ini mendekati 40% PDB, dibandingkan akhir 2023 lalu yang sebesar 38,6% PDB. “Pemerintah mengelola utang secara cermat dan terukur untuk mencapai portofolio utang yang optimal dan mendukung pengembangan pasar keuangan domestik,” kata pemerintah dikutip dari dari dokumen APBN KiTa Edisi Juli 2024 pada Selasa (30/7/2024).
Berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa SBN yang mencapai Rp 7.418, 76 triliun (87,85%) dan pinjaman sebesar Rp 1.026,1 triliun (12,15%). Komposisi SBN terbagi dalam SBN domestik sebesar Rp 5.967,7 triliun (70,67%) dan valuta asing (valas) sebesar Rp 1.451,07 triliun (12,15%). SBN domestik meliputi surat utang negara sebesar Rp 4.732,71 triliun dan surat berharga syariah negara senilai Rp 1.234,9 triliun. SBN valas terbagi dalam surat utang negara sebesar Rp 1.091,63 triliun dan surat berharga syariah negara senilai Rp 359,44 triliun. Sedangkan pinjaman sebesar Rp 1.026,11 triliun terbagi dalam pinjaman dalam negeri sebesar Rp 38,1 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 988,01 triliun. Bila dirinci pinjaman luar negeri meliputi bilateral senilai Rp 263,72 triliun, multilateral senilai Rp 600,47 triliun, dan bank komersial sebesar Rp 123,83 triliun.
Pasar SBN yang efisien akan meningkatkan daya tahan sistem keuangan Indonesia terhadap guncangan ekonomi dan pasar keuangan. Dengan aktivitas pembiayaan utang melalui penerbitan SBN, pemerintah turut mendukung pengembangan dan pendalaman pasar keuangan domestik. SBN turut menyediakan referensi untuk menentukan harga instrumen pasar keuangan lainnya dan digunakan oleh para pelaku pasar untuk mengelola risiko suku bunga. Pengelolaan portofolio utang berperan besar dalam menjaga kesinambungan fiskal secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemerintah konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal.