Direktur Riset Bidang Makroekonomi dan Kebijakan Fiskal Center of Reform on Economic (CORE), Akhmad Akbar Susamto, mengatakan posisi utang Indonesia senilai Rp 8.353 triliun di Mei 2024 dalam kondisi tidak aman. Menurutnya, besaran utang tak sebanding dengan pendapatan negara saat ini. Adapun rasio utang pemerintah terhadap pendapatan negara saat ini sudah mencapai 300 persen, naik dibandingkan posisi 31 Desember 2023 yang sebesar 292,6 persen. Rasionya utang sudah tiga kali lipat lebih besar daripada penerimaan. Kondisi tersebut juga dapat dilihat menggunakan beberapa indikator seperti debt service domestic government revenue posisi utang pemerintah sudah tidak aman. Namun, jika diukur menggunakan indikator rasio utang pemerintah terhadap PDB, posisi utang RI masih di bawah batas aman 60 persen. Pada Mei 2024, utang pemerintah yang berasal dari SBN sebesar Rp 7.347,50 triliun. Terdiri dari SBN domestik senilai Rp 5.904,64 triliun, dan SBN valas sebesar Rp 1.442,85 triliun. Sementara jumlah utang pemerintah dalam bentuk pinjaman sebesar Rp 1.005,52 triliun. Terdiri dari pinjaman dalam negeri senilai Rp 36,42 triliun, dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 969,10 triliun. Lembaga keuangan memegang sekitar 41,9 persen kepemilikan SBN domestik, terdiri dari perbankan 22,9 persen dan perusahaan asuransi dan dana pensiun 18,9 persen. Kepemilikan SBN domestik oleh Bank Indonesia sekitar 22,2 persen. Sementara, asing hanya memiliki SBN domestik sekitar 14,1 persen termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing.