Pemerintah sedang melakukan kajian untuk membebankan pajak karbon terhadap bahan bakar fosil yang digunakan oleh kendaraan. Dengan adanya pajak karbon bagi bahan bakar fosil yang digunakan oleh kendaraan akan berpotensi naiknya pajak dari kendaraan. Deputi III Bidang Pengembangan Usaha dan BUMN Riset dan Inovasi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ellen Setiadi menyampaikan pemerintah memiliki dua tahapan dalam peta jalan pajak karbon. Pada tahap pertama, pemerintah menerapkan pajak karbon terhadap subsektor pembangkit listrik dalam hal ini pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU. Fase kedua akan ditambah dengan pengenaan terhadap pembelian bahan bakar fosil untuk sektor transportasi.
Ellen menuturkan, dengan diterapkannya pajak karbon pada dua subsektor ini, pemerintah memprediksi dapat mencakup 71% emisi dari sektor energi. Cakupan tersebut mencakup 48% dari pembangkit listrik dan 23% dari konsumsi BBM. Selain itu, Ellen menyebut dengan diterapkannya ekonomi hijau nantinya akan membuat efek positif dibeberapa sektor. Menstabilkan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 6,22% hingga 2045. Mengurangi emisi sebesar 86 juta ton karbondioksida [CO2e] dan menciptakan hingga 4,4 juta lapangan kerja baru. Sekadar informasi, perdagangan karbon diatur dalam Peraturan Presiden No. 98/2021 telah mengatur tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan tata cara teknisnya.
Lalu, terdapat aturan pelaksanaan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang mengatur hal tersebut. Kemudian, tata cara perdagangan karbon juga telah diatur dalam Perpes 98, baik untuk perdagangan dalam negeri maupun luar negeri. Untuk diketahui, perdagangan karbon melalui bursa karbon juga diatur melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 14/2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon. Dalam beleid tersebut menjelaskan bahwa yang dijual di bursa karbon adalah kredit atas pengeluaran gas karbon dioksida (CO2) atau gas rumah kaca yang merupakan batas jumlah gas rumah kaca yang dimiliki perusahaan-perusahaan. Alhasil, dengan aturan kredit tersebut mengharuskan agar setiap perusahaan dapat mengeluarkan kadar karbon dalam batas tertentu dalam proses industri.