Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah untuk menciptakan stabilitas nilai tukar Rupiah dan mengendalikan inflasi dalam negeri agar sektor manufaktur dapat berekspansi dengan cepat. Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani seiring melambatnya Indeks Pembelian Manager Purchasing Manager’s Index (PMI) pada Juni 2024 yang tercatat turun ke level 50,7, dari bulan sebelumnya 52,1. Shinta menyebut, pemerintah harus bekerja keras untuk mengendalikan inflasi nasional, utamanya inflasi terhadap kebutuhan-kebutuhan pokok impor – termasuk bahan bakar minyak (BBM) – yang dapat memicu penurunan daya beli masyarakat.
Pelaku usaha juga mengharapkan agar pemerintah dapat memberikan stimulus dari sisi suplai. Misalnya, dalam bentuk peningkatan efisiensi terhadap unsur biaya produksi universal, khususnya di sisi energi, finansial, logistik, dan lainnya agar inflasi beban produksi di sisi supply lebih terkendali dan tidak menekan realisasi ekspansi usaha terlalu dalam atau terlalu lama. Shinta optimistis pelaku usaha tetap ingin melakukan ekspansi hingga akhir tahun, namun realisasi ekspansi sangat bergantung terhadap iklim usaha di masing-masing sektor di Indonesia. Menurutnya, selama nilai tukar rupiah belum stabil atau terus melemah secara cepat, pelaku usaha dan calon investor akan menahan diri dari ekspansi kinerja usaha. Selain itu, Shinta menyebut baha fluktuasi nilai tukar akan memicu inflasi beban biaya produksi dan biaya investasi menjadi tidak dapat diprediksi dan menciptakan resiko usaha yang tinggi. “Apalagi, Indonesia pun sedang dlm periode transisi kepemimpinan.